23 Agustus, 2007

Kanker Tulang Pun Mengincar ABG

Awalnya "cuma" tampak benjolan, yang sering diboncengi rasa nyeri. Tapi karena didiamkan, benjolan itu menjelma menjadi monster yang sungguh mengerikan. Dokter menyebutnya kanker tulang osteosarkoma, jika diabaikan bisa menyebabkan si penderita cacat. Lebih gawat lagi, kanker ini umumnya menyerang anak-anak dan remaja di masa pertumbuhan. Kalau mau selamat, pasien harus ditangani secara cepat dan tepat.

Menit-menit berharga saat bercengkerama bersama keluarga, mestinya jangan hanya diisi canda tawa dan perang bantal. Ada baiknya, sesekali orangtua bertanya soal kondisi kesehatan anak-anaknya. Siapa tahu si buyung atau si upik punya keluhan kesehatan - yang sepintas kedengarannya sepele - yakni benjolan di kulit atau tumor.

Jangan anggap remeh "daging tumbuh" pada tubuh anak. Karena tumor bisa menjadi awal dari suatu kondisi yang lebih serius, semisal kanker tulang. Awalnya mungkin tidak terasa sakit atau mengganggu, hingga banyak orang cenderung meremehkannya. Tapi ketika mulai muncul rasa nyeri tak terperi, biasanya penderita akan panik mencari pertolongan, termasuk yang mencari pertolongan ke dukun pijat.

Nyeri yang dirasakan penderita osteosarkoma sepertinya memang berhubungan dengan tulang. Makanya tak heran kalau kebanyakan dari kita kemudian lari ke dukun pijat. Apalagi bila pada lokasi nyeri pernah terjadi kecelakaan kecil atau terkilir ketika berolahraga. Penderita mengira keseleonya kambuh lagi dan minta dipijat.


Nyeri yang dirasakan penderita osteosarkoma sepertinya memang berhubungan dengan tulang. Makanya tak heran kalau kebanyakan dari kita kemudian lari ke dukun pijat. Apalagi bila pada lokasi nyeri pernah terjadi kecelakaan kecil atau terkilir ketika berolahraga. Penderita mengira keseleonya kambuh lagi dan minta dipijat.

Biasanya nyeri akan lebih terasa pada malam hari, sampai-sampai dapat membangunkan penderita yang sedang terlelap dalam tidurnya. Selama beberapa waktu, mungkin keluhan akan hilang, tapi tiba-tiba rasa sakit itu bertambah parah dan terjadi pembengkakan. Ada rasa panas yang menjalar dari kulit ke tulang. Bagian tubuh yang terkena juga semakin terasa sulit digerakkan. Misalnya terjadi di kaki, sehingga jalan akan pincang.

Nah, jika semua gejala-gejala tadi mulai muncul, jangan tunda lagi, penderita sebaiknya segera dibawa ke spesialis ortopedi. Mungkin saja, tumor yang disertai keluhan berlanjut adalah salah satu gejala dari tumor tulang ganas atau kanker tulang.

Usia belasan tahun
Osteosarkoma, kependekan dari osteogenik sarkoma, hanyalah satu dari keluarga besar tumor dan kanker tulang yang jumlahnya puluhan. Repotnya, gejala semua penyakit itu hampir mirip-mirip. Sekarang ini diperkirakan ada 53 tumor tulang dan 21 kanker tulang. Dinamakan osteo (tulang) dan sarcoma (kanker jaringan ikat) karena merupakan kondisi beberapa sarkoma yang timbul di sekitar tulang.

Sedikit melongok ke teori dasarnya, kanker tulang sebenarnya dibagi menjadi kanker tulang sekunder dan kanker tulang primer. Diistilahkan sekunder, jika kankernya berasal dari organ lain, lalu menyebar ke tulang. Misalnya kanker paru yang menyebar ke tulang. Sedangkan primer, jika kankernya berasal dari tulang itu sendiri. Osteosarkoma masuk kanker tulang jenis kedua ini.

Kanker tulang primer sebenarnya termasuk kasus kanker yang jarang, hanya 1% dari kanker. Jadi, kita sebenarnya tidak perlu terlalu cemas dibuatnya. Namun, dari kasus yang jarang itu, osteosarkoma tercatat paling menonjol, sebesar 20 - 35%. Disusul kemudian oleh mieloma multipel, yaitu kanker yang berasal dari sumsum tulang penghasil sel darah dan menyerang orang dewasa.

Yang perlu diwaspadai dari osteosarkoma adalah kebanyakan menyerang anak-anak usia delapan sampai belasan tahun, meski bisa muncul juga pada usia 50 - 70 tahun. Anak lelaki atau perempuan peluang terkenanya sama, tapi semakin bertambahnya umur, risiko akan meningkat pada anak lelaki.

Kanker sebenarnya bisa menyerang semua tulang. Hanya saja osteosarkoma kebanyakan menyerang tulang panjang, seperti tulang paha (femur), tulang betis (tibia), dan tulang lengan atas (humerus). Ada pula kasus pada tulang tengkorak, tulang rahang, dan tulang pelvis. Biasanya kanker menyerang bagian metafisis, yakni areal tulang dengan metabolik aktif dan banyak mengandung pembuluh darah.

Sampai detik ini, para ahli belum bisa menjawab apa penyebab pastinya. Diduga, kecepatan pertumbuhan tulang selama masa remaja turut memberi andil, meski proses persisnya masih menjadi misteri. Situasi itu diperparah dengan faktor-faktor risiko, seperti terpapar radiasi sinar x dan adanya kelainan DNA pada tulang, yang terjadi pada penyakit kanker mata anak-anak (retinoblastoma), pertumbuhan sel tulang abnormal (displasia tulang), sindrom Li-Fraumeni, atau sindrom Rothmund-Thomson.

Banyak penderita yang mengaku pernah punya riwayat cedera atau terkilir pada lokasi kanker. Lalu mereka beranggapan, kanker muncul gara-gara pernah keseleo. Akan tetapi para ahli menolak anggapan ini dengan alasan, justru karena rasa sakitnya itu penderita jadi mengingat-ingat masa lalu. Setidaknya, sampai sekarang belum terbukti.

Osteosarkoma belakangan menjadi menarik karena menjadi kanker ketiga yang banyak menyerang anak, setelah leukemia dan limfoma. Seharusnya memang mendapat perhatian serius, tapi kenyataannya di Indonesia sekitar 90% penderita datang ke dokter dalam keadaan terlambat. "Delapan puluh persen pasien umumnya sudah tingkat IIB yang kadung menembus dari tulang ke otot, atau stadium III yang sudah mencapai paru-paru," kata dr. Achmad Fauzi Kamal, Sp.OT, spesialis bedah ortopedi RSUPN Cipto Mangunkusumo.

Penanganan yang terlambat, antara lain kurangnya pemahaman terhadap masalah, sehingga "mampir" dulu ke dukun pijat. Penanganan secara sembarangan itu akibatnya sungguh fatal, karena ada kemungkinan tumor pecah dan menyebar. "Dukun seharusnya tahu kalau keluhan itu adalah tumor dan memang bukan bagiannya," tutur Fauzi, mewanti-wanti. Karena itu disarankan, jika terjadi cedera pada tulang atau sendi, segera dilakukan foto rontgen terlebih dulu untuk memastikan ada tidaknya tumor. Kalau benar-benar aman, baru dipijat.

Dibanding kanker lain, menurut Fauzi, penanganan kanker tulang umumnya lebih sulit. Karena dokter harus mendiagnosis secara clinico pathological conference, yang dilakukan sebuah tim terdiri atas ahli bedah ortopedi, ahli radiologi, dan ahli patologi. Baru kemudian diputuskan jenis kanker tulang yang menyerang pasien. Ketepatan diagnosis sangat perlu karena penanganan setiap kanker tulang akan sangat berlainan.

Pada kanker tulang primer, pasien akan menjalani pemeriksaan darah tepi, laktat dehidrogenase, dan alkalin fostatase. "Kita prediksi derajat keganasannya, dan juga dievaluasi apakah terjadi rekurensi atau tidak. Penyebarannya jauh atau tidak," jelas pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Pemeriksaan dilanjutkan ke ruang radiologi. Ada pemeriksaan rontgen pada lokasi sakit untuk memastikan tahap awal. Bila perlu dilakukan pemindaian tulang untuk mengecek apakah ada lesi di tempat lain. Pemeriksaan Computerized Tomography (CT)- Scan biasanya diperlukan juga untuk mengecek lokasi kanker dan kemungkinan penyebarannya ke paru-paru. Terakhir, dilakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI), untuk melihat asal tumor dan ekstensinya, dan survei pembuluh darah. Baru setelah itu, dilakukan tindakan operasi.

Penanganan osteosarkoma di zaman sekarang sebenarnya mencatat banyak kemajuan. Jika sebelumnya operasi berarti amputasi, kini pengobatan dikombinasikan dengan kemoterapi. Memang terapi ini cukup memakan waktu, yaitu tiga siklus kemoterapi (1 siklus = 3 minggu), ditambah pengobatan neo-ajuvan (pendukung) dan dilanjutkan kemoterapi kembali.

"Biasanya sampai kemoterapi pertama hasilnya sudah bagus. Tumor mengecil dan padat," tutur Fauzi, sejauh ia menangani di RSCM. "Sayangnya, obat-obatan kemoterapi masih mahal, sehingga pasien sering membutuhkan waktu lama atau malah berhenti melakukan terapi sama sekali."

Evaluasi 2 tahun
Jika terapi awal tadi hasilnya masih dianggap jelek, pasien disiapkan menuju kamar bedah. Umumnya pasien yang datang pada tingkat II atau III akan menjalaninya. "Bukan masalah tingkatannya, tapi kita melihat kondisinya," kata Fauzi. Di meja operasi, dokter punya dua pilihan, yakni menyelamatkan tulang dengan menutup jaringan rusak dengan jaringan lunak yang ada, atau amputasi.

Amputasi jelas pilihan terberat bagi pasien. Tapi ini jalan terakhir yang dipilih jika memang kondisinya sangat jelek, seperti tumor sudah membesar dan sudah di bawah kulit, terjadi perdarahan, atau disertai infeksi. Dalam keadaan seperti itu, biasanya pasien sudah kepayahan, ditandai nilai hemoglobin (Hb) yang di bawah 4.

Mengacu statistik negara-negara maju, kombinasi terapi kemoterapi dan pembedahan membuat peluang hidup pasien dalam 5 tahun sesudahnya sebesar 70%. Di Indonesia, evaluasi pascapembedahan ini dilakukan 2 tahun. "Kalau di kita banyak faktornya, sehingga interval kekambuhannya lebih singkat, antara lain soal jadwal kemoterapi yang tidak tepat atau jenis operasi yang dilakukan," jelas Fauzi tentang situasi yang belum terlalu baik ini.

Evaluasi diperlukan, karena biasanya osteosarkoma pada kondisi tertentu akan menyebar juga ke organ-organ lain, mengikuti aliran darah. Terbanyak ke paru-paru, kemudian bisa menyebar ke tulang belakang dan paling parah kalau sampai ke kelenjar getah bening. Biasanya, jika dalam 5 tahun terjadi kekambuhan, tak ada jalan lain kecuali amputasi.

Berkat kemajuan teknologi, sebenarnya saat ini amputasi bisa dihindari dengan cara tulang diberi protese atau donor tulang. Tumor diangkat dan bagian tulang yang rusak diganti dengan protese dari baja atau dengan donor tulang dari mayat. Cuma, di Indonesia cara ini masih terpentok masalah ketiadaan donor tulang dan juga dibutuhkan keahlian khusus dari dokter yang melakukannya.

Yah, kanker tulang memang petaka yang mengerikan. Jadi, mulai saat ini, cobalah lebih peduli pada buah hati kita. Jika terlambat, bisa gawat!


Dimuat di Majalah INTISARI Juli 2007

Tidak ada komentar: