Beberapa tahun lalu, saya kenal seorang pria, usianya kira-kira
30-an. Dia biasa saya panggil, Koh Budi. Keturunan Tionghoa, anak dua,
karyawan, agak gemuk, suka makan, merokok, dll. Tipikal bapak2 nongkrong di kompleks
perumahan lah.
Singkat cerita, suatu hari sampailah kita pada obrolan,
kenapa Koh Budi tidak menekuni bisnis seperti kebanyakan keluarga besarnya.
Di tengah keluarganya yang saling berjejaring di dalam
bisnis, Koh Budi malah memilih jadi karyawan. Padahal kesempatan itu ada. Dan
banyak orang yang kepingin punya jaringan bisnis seperti di keluarga itu.
“Hidup itu jangan diperbudak duit. Papah saya matinya
gara-gara duit. Sampai mati yang dipikirin cuma duit,” begitu antara lain
kata-kata Koh Budi yang saya ingat.
“Duit cuma bikin stres, terus jadinya jantungan, stroke,
dll. Hidup secukupnya saja, sewajarnya saja.”
Benar saja. Kalau saya perhatikan, hidup Koh Budi memang sejalan
dengan kata-katanya. Dia memang bekerja kantoran, tapi dengan hasil yang
cukupan saja untuk kehidupan keluarga kecilnya. Sesuai proporsinya lah. Selebihnya,
dia lebih banyak tertawa-tawa dan hidup wajar. Pendeknya, menikmati hiduplah.
Ketika itu, saya sebenarnya belum bisa menyelami apa arti kata-kata
“jangan mati gara-gara duit”. Sampai bertahun-tahun kemudian saya bertemu
seorang kawan yang rupanya sedang memiliki banyak masalah dalam hidup.
Awalnya yang saya tahu, dia punya penyakit yang sebenarnya
tidak terlalu parah, tapi membuatnya harus terus minum obat. Pekerjaan di
kantornya memang cukup sibuk, tapi sebenarnya di luar itu, dia lebih sibuk lagi
dengan berbagai aktivitas untuk menghasilkan uang tambahan. Istilahnya side job, kerja sampingan.
Gajinya dari kantor sebenarnya cukup-cukup saja, tapi dia
merasa harus menghasilkan uang lebih banyak lagi demi kebutuhan-kebutuhan di
masa depan. Biaya pendidikan anak kelak, kehidupan setelah pensiun, biaya
kesehatan di masa depan, dll. Seluruh kebutuhan yang sebenarnya belum riil
untuk saat ini.
Awalnya, dia selalu berusaha berbisnis. Tapi memang peluang di
bidang itu tidak selalu mudah didapatkan. Apa boleh buat, orang di mana-mana
banyak berbicara tentang entrepreneur,
tapi praktiknya memang tidak selalu mudah.
Dengan keterbatasan dana, dia juga mencoba berinvestasi di emas,
properti, saham, reksadana, forex, dll. Bahkan, karena dia didorong pemikiran
bahwa usia produktifnya terbatas, lama kelamaan investasinya mengarah ke
spekulasi. Ingin return besar, dengan
waktu secepat-cepatnya.
Sampai di situlah kawan tadi rupanya tidak sadar hidupnya
sudah terombang-ambing oleh obsesi akan uang, uang, dan uang. Sehari-hari yang
dipikirkan hanyalah bagaimana menghasilkan uang sebesar-besarnya. Apa yang dibaca,
dibrowsing, direnungkan, dan
dibicarakan melulu topik tentang itu. Dunianya dipenuhi bayangan untuk selalu menghasilkan
uang.
Sebuah upaya yang terus menerus memang bisa membuat kita
semakin fokus. Namun (sayangnya) jalan kesuksesan tidaklah selalu mulus.
Khususnya dalam menjalani bisnis atau berinvestasi. Jatuh bangun soal biasa. Dapat
sedikit untung, lalu rugi berkali-kali, adalah pelajaran wajib. Di sinilah
kawan tadi rupanya belum siap.
Energi yang sehari-hari sudah terpakai, masih harus dikuras
lagi dengan kekecewaan ketika harus bertemu kondisi di luar harapan. Sampai akhirnya
energinya benar-benar tipis. Dia stres dan lelah. Penyakit pun bermunculan. Dia
merasa menjadi korban dari kemelekatannya kepada uang.
Mungkin Anda pernah mendengar kisah tentang orang yang seumur
hidup mencoba mengumpulkan uang, tapi di masa tua harus menghabiskan uang itu
untuk biaya pengobatan. Kisah itulah yang kemudian menyadarkan kawan itu untuk
mulai menata langkahnya.
Beruntung, dia belum terlambat. Dengan mengevaluasi segala
yang pernah dikerjakan selama ini, akhirnya dia bisa menemukan kesalahan-kesalahannya.
Perlahan-lahan kemudian tujuan hidupnya menjadi jelas. Lebih
jauh lagi melangkah, dia berubah menjadi orang yang ikhlas. Dan rupanya,
kondisi ini menghasilkan bonus: kesehatannya mulai membaik.
Dia tidak pernah menyesali apa yang telah dilalui. Bahkan,
bersyukur karena telah diberi pelajaran yang berharga dengan “uang sekolah”
yang cukup lumayan. Karena baginya, kehidupan ini sebenarnya adalah seni
mengambil keputusan dan hidup dengan konsekuensi dari keputusan itu.
21 Februari 2018
1 komentar:
bandar sabung ayam online terpercaya indonesia
Tersedia 2 Jenis Taruhan Sabung Ayam Live
Sabung Ayam S128 - SV388
Raih Kemenangan Anda Bersama Kami...
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
Telegram : +62812-2222-995 / https://t.me/bolavita
Wechat : Bolavita
WA : +62812-2222-995
Line : cs_bolavita
Posting Komentar