19 November, 2007

Dunia Rahasia Detektif Swasta Indonesia

Mata dan telinga para penyelidik profesional ini seolah ada di mana-mana. Dua puluh empat jam sehari, tujuh hari seminggu. Bahkan bukan tidak mungkin, suatu saat mereka ada juga di dekat Anda!

Senin, awal Oktober 2007, pukul 12.40 WIB. Mobil Honda Jazz berwarna perak memasuki areal parkir sebuah mal di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. Mobil berputar sebentar, sebelum akhirnya parkir di suatu sudut, di lantai bawah tanah. Pengemudinya, perempuan berusia awal 30-an, turun dari mobil. Ia langsung melangkah menuju pintu masuk mal, sambil menelepon.

Perempuan hitam manis itu, sebut saja namanya Mita, berjalan sedikit tergesa-gesa. Seolah tak menghiraukan sekelilingnya, ia terus menuju lantai dasar. Siang itu kebetulan suasana mal tidak seramai biasanya. Hanya tampak sejumlah pekerja kantoran menghabiskan waktu makan siang.

Sekitar sepuluh meter menjelang pintu masuk sebuah kafe waralaba ternama, seorang pria berperawakan tinggi, berwajah indo, menyambut Mita. Ricky, nama pria itu, sikapnya wajar, selayaknya teman yang biasa bertemu. Keduanya lalu melangkah masuk ke dalam kafe, disambut pelayan yang langsung menanyakan pesanan.

Namun tidak sampai satu menit terlibat pembicaraan, Mita dan Ricky tiba-tiba terlihat berdiri. Mita bergegas menuju meja kasir dan membatalkan pesanan, sambil tersenyum dan berulang kali meminta maaf. Seolah tak ingin berlama-lama di tempat itu, keduanya segera menuju mobil Mita. Ricky yang memegang kemudi.

Berkecepatan sedang, mobil meluncur meninggalkan Senayan menuju kawasan Slipi. Titik-titik kemacetan lalu lintas selepas jam makan siang, sempat membuat lajunya terhambat. Di tengah antrean kendaraan umum di sebuah perempatan lalu lintas, mobil masuk ke sebuah hotel bintang tiga. Berputar-putar sejenak di halaman samping, lalu parkir di sebuah sudut yang terlindung dari pandangan orang ramai.

Di hotel, keduanya check in memakai KTP dan kartu kredit milik Ricky. Selama transaksi di resepsionis, Mita terlihat berdiri menjauh sambil memperhatikan beberapa lukisan yang dipasang di dinding. Sejurus kemudian Ricky memberi isyarat, lalu keduanya menuju kamar melalui lift tanpa diantar room boy. Waktu menunjukkan pukul 13.20.

Bukan selalu karena uang

Dua anak manusia yang tengah dilanda gairah itu, pastilah tidak menyadari keberadaan sepasang mata yang terus mengawasi keintiman mereka. Sejak meninggalkan rumah, gerak-gerik Mita terus dalam pengamatan Tony Sanjaya, seorang penyelidik profesional. Ia melakukan pengawasan itu atas permintaan Fred, suami Mita, seorang ekspatriat dan sedang bertugas di Hongkong.

Mungkin tidak pernah terbayangkan, pekerjaan pengintaian ala film-film detektif, seperti yang dilakukan Tony, nyata terjadi di sekitar kita. Padahal, setidaknya sudah sepuluh tahun belakangan, bisnis penyelidikan profesional terus tumbuh subur di Indonesia. Ada yang dijalankan perusahaan jasa keamanan, ada pula yang dilakukan perorangan seperti Tony.

Tak ada sebutan resmi untuk profesi ini. Bisa penyelidik profesional, detektif swasta, atau private investigator. Yang jelas, pekerjaan mereka mulai dari pengintaian, pencarian orang hilang atau menghilang (biasanya karena utang), menelisik data diri seseorang, menganalisa kondisi perusahaan, dan sebagainya. Semua dikerjakan dengan tarif yang tidak murah tentunya.

"Sebenarnya bukan selalu karena uang. Saya menikmati tantangan untuk memecahkan suatu masalah. Kalau ketemu jawabannya, rasanya puas sekali," tutur Tony, penyelidik yang banyak menangani kasus-kasus rumah tangga (matrimonial). Seperti kasus Mita yang dicurigai suaminya main serong selama ditinggal pergi, dan akhirnya terbukti.

Selain perselingkuhan, banyak kasus bisa ditangani penyelidik swasta model begitu. Yang terus berkembang adalah investigasi menyangkut bisnis, seperti menyelidiki calon mitra usaha, mencari bukti untuk keperluan pengadilan perdata, pencarian pelanggaran hak cipta, kejahatan asuransi, sampai mengantarkan surat panggilan pengadilan (biasanya dari luar negeri).

Pemberi pekerjaan, disebut klien, akan mencari penyelidik yang menguasai wilayah kerja tertentu, sesuai keberadaan sasarannya atau kita sebut saja target. Karena tidak pasang iklan, klien tahu tentang keberadaan penyelidik ini dari referensi teman atau bisa dari internet.

Jika pekerjaan dan harga sudah disepakati, penyelidik biasanya akan meminta data seputar target. Misalnya jati diri, kebiasaannya, kendaraan yang dipakai, atau informasi-informasi lain sekecil apa pun yang bisa membantu penyelidikan. Walau tak jarang klien ternyata hanya punya nama target saja (nama panggilan pula) sehingga penyelidik harus bekerja keras menemukan dan menggali informasi lain dari nol.

Nah, jika semua sudah oke, kini penyelidik dan timnya mulai bergerak. Tapi, tunggu dulu! Mohon jangan membayangkan penampilan mereka seperti detektif-detektif di film Hollywood, yang berrwajah seram, jago berkelahi dan cepat main cabut pistol. "Biar tidak mencolok, penampilan biasa saja atau malah menyesuaikan sama lingkungan di sekitarnya," jelas Tony yang sudah enam tahun menjalankan bisnis ini. "Semakin tersamar, semakin baik."

Selebihnya, penyelidik banyak mengandalkan logika dan kreativitas untuk menggali informasi dan mengatasi segala kesulitan di lapangan.

Tidak untuk kegiatan kriminal
"Halo, selamat siang Pak. Bisa saya bantu?" resepsionis bertanya ramah di telepon.

"Ya, begini Mbak, teman saya Ricky, siang tadi chek in di hotel ini. Saya lupa di kamar berapa. Catatannya hilang, padahal saya harus segera ketemu. Bisa tolong dicek, Mbak!" pinta Tony lewat ponselnya.

"Baik, sebentar." Sejenak resepsionis mengetikkan sesuatu di komputernya, lalu, "Halo, tamu atas nama Pak Ricky ada di kamar 6012. Mau saya hubungkan Pak?"

"Oh, tidak terima kasih. Saya langsung ke sana saja."

Tit. Telepon ditutup.

Tony mencatat informasi tadi di buku kecil untuk bahan laporannya ke klien. Salah satu hasil pekerjaan seorang penyelidik adalah laporan tentang segala hal menyangkut target selama jangka waktu tertentu. Atau sampai target telah terbukti berbuat sesuatu. Kadang ada klien yang hanya meminta mencari keberadaan seorang target sampai ketemu.

Laporan ke klien memuat detail segala hal tentang target. Segala tindakan yang dilakukan, pertemuan dengan seseorang, kendaraan yang dipakai, barang-barang yang dibeli, uang yang ditransfer, dsb. Setiap aktivitas dilengkapi catatan waktu serta foto sebagai bukti penguat. Foto tidak perlu terlalu bagus, yang penting terlihat jelas obyeknya. Kalau memang diperlukan, penyelidik juga bisa menyediakan salinan dokumen tertentu.

Penyelidik bersedia menyediakan dan melakukan apa saja untuk klien, sejauh itu tidak melanggar hukum. Pengintaian terhadap seseorang sah-sah saja, sebatas tidak menyelinap diam-diam ke rumah atau kantor. Tidak melakukan penyadapan pembicaraan, termasuk menyadap telepon, dan tidak mengintai ruangan secara sembunyi-sembunyi memakai kamera kecil.

Kadang ada klien yang salah mengerti tentang pekerjaan seorang penyelidik. Tony misalnya, pernah diminta menjebak seseorang, menagih utang, sampai menculik anak karena terjadi perebutan hak perwalian. Mungkin, klien seperti itu mengira penyelidik tak beda dengan preman.

Tentu saja permintaan aneh-aneh itu ditolak. Malah Tony selalu berusaha agar klien tidak memakai laporan hasil penyelidikan untuk tindakan kriminal. "Kalau sampai terjadi sesuatu, penyelidik juga bisa kena hukuman," Tony menjelaskan risikonya. Maka, pada setiap penyelidikan, paling tidak ia harus selalu memastikan motif klien. Kalau perlu menyelidiki latar belakang klien.

Tony berkisah, pernah mendapat klien yang mencari seseorang (keduanya pria warga negara asing) di Indonesia. Singkat cerita, Tony berhasil menemukannya. Malah dalam laporannya, seperti permintaan klien, komplet termuat seluruh data diri dan keluarga target, termasuk jadwal ekstrakulikuler sekolah sampai jajanan kesukaan anaknya.

Tapi belakangan Tony tahu, klien rupanya mendendam karena target telah berselingkuh dengan istri klien. Tony pun berusaha sekuat tenaga agar klien tidak berbuat macam-macam. Apalagi klien merupakan anggota sebuah dinas rahasia negara asing yang mempunyai jaringan kuat untuk berbuat kekerasan.

Untunglah klien menurut. Alhasil, laporan penyelidikan dipakai untuk menggertak target saja. "Kalau kamu menggoda istri saya lagi, tahu sendiri akibatnya!" ancam klien seraya menunjukkan laporan penyelidikan yang seolah "menelanjangi" target.

Mata target terbelalak. Ia terkejut bukan main, sadar akan kesalahannya, lalu minta maaf. Persoalan dianggap selesai. Bahkan target akhirnya sempat curhat bahwa perselingkuhannya itu sebenarnya dipicu oleh tindakan istrinya yang berselingkuh juga. Mungkin karena persamaan nasib itu, kabarnya saat ini antara klien dan target malah berteman baik. Fiuuuh... Tony bernapas lega.

Ganti mobil setiap hari
Tak salah ungkapan yang menyatakan: menunggu memang pekerjaan membosankan. Tapi bagi penyelidik, menunggu sudah menjadi santapan harian. Terutama saat melakukan pengintaian. Berjam-jam, atau berhari-hari berada di tempat yang sama, harus dilakoni.

Dalam sebuah pengintaian, persiapan haruslah matang. Makanan, minuman, termasuk cara buang air kecil, harus dipikirkan benar. Beberapa jam sekali, dilakukan pergantian shift dengan teman satu tim. Selain agar pengintai tidak kelelahan, juga untuk menghindari kecurigaan orang.

Mobil untuk mengintai biasanya berjenis minibus seperti Toyota Kijang atau Isuzu Panther. Memakai mobil sedan justru dapat menarik perhatian. Mobil juga harus diganti setiap hari, karena itu biasanya dipakai mobil sewaan. Jika harus bergerak membuntuti target, sepeda motor ikut dikerahkan agar tidak kehilangan jejak.

Kewaspadaan tetap harus terjaga meski harus menunggu sekian lama di suatu tempat. Penyelidik tidak boleh lengah agar target tidak terlepas dan tetap selalu harus mencatat perkembangan sekecil apa pun. Prinsipnya, informasi sekecil apa pun yang didapat, bisa mengarahkan ke informasi baru.

Tapi yang tak kalah penting, perlu dipastikan bahwa pengintaian itu tidak diketahui pihak lain. Maka harus selalu dibuat pengintaian berlapis, yakni seorang pengintai harus diawasi rekan satu tim untuk memastikan keamanannya. Counter surveillance semacam ini sebenarnya ada dalam teori dasar pengintaian di mana pun. Cuma satu orang yang tidak melakukannya, yaitu James Bond. Dan itu di film!

Jika target pergi ke luar kota, atau ke luar negeri, penyelidik harus pula membuntuti. Biaya pengintaian memang mahal dan bisa membengkak. Namun biasanya penyelidik minta persetujuan klien terlebih dahulu. Maklum, pengeluaran ini biasanya di luar kesepakatan pada harga awal.

Bagi Tony, mengintai di "kampung lain" mendatangkan tantangan tersendiri. Walau sebenarnya tingkat kesulitan di beberapa kota di Asia Tenggara kurang lebih sama dengan Jakarta. Tapi ceritanya akan lain jika harus masuk ke Singapura.

Prosedur keamanan Negeri Singa terkenal sangat ketat. Penciuman pihak intelijen tajam. Polisi juga bergerak cepat. Tony merasa perlu untuk mempelajari seluk beluk negeri itu secara cermat sebelum beraksi. Soal sistem transportasi, jalan-jalan alternatif, kecepatan reaksi polisi, dan sebagainya. "Semua bahannya ada dari internet," jelas penyelidik yang seluruh ilmunya didapat secara otodidak ini.

Salah satu seni yang harus dikuasai penyelidik adalah mengorek informasi dari berbagai sumber. Tetangga, sopir, pembantu, atau pegawai di perusahaan target, merupakan pihak yang wajib didengar keterangannya. Tapi tidak tertutup kemungkinan segala ocehan yang muncul dari musuh-musuh target. Terhadap orang-orang itu, penyelidik menjalin pertemanan tanpa harus membuka penyamaran.

Kadang informasi juga harus didapat dari institusi pemerintah. Di sini berlaku satu rumus: ada uang, ada kawan. Artinya, selain harus berteman dengan orang dalam yang mempunyai akses ke gudang data, jangan lupa selipkanlah beberapa lembar rupiah sebagai tanda terima kasih. Dijamin informasi akan mengalir deras tanpa banyak pertanyaan lagi.

Sistem administrasi di Indonesia yang umumnya amburadul, adalah keuntungan sekaligus kerugian bagi penyelidik. Keuntungannya, karena begitu kacau, banyak orang yang mempunyai akses, sehingga penyelidik relatif mudah melakukan pendekatan ke orang dalam untuk mendapat informasi. Tapi kerugiannya, banyak data yang ternyata tidak valid.

Contoh gampangnya KTP dan Paspor. Bukan rahasia lagi, ada sebagian masyarakat yang sangat mudah membuat kartu identitas diri ini. Malah tak sedikit yang memilikinya lebih dari satu dengan cara membayar atau istilahnya nembak.

Sementara di sisi lain, warga negara asing sering tidak bisa terlacak keberadaannya. "Mereka bisa pindah-pindah tempat tinggal tanpa harus melapor," ungkap Tony yang sering harus melacak keberadaan WNA. Persoalan-persoalan seperti inilah yang membuat pekerjaan penyelidik menjadi semakin rumit.

Ratusan dolar per jam
Buruknya sistem administrasi kependudukan, menurut James D. Filgow, direktur pada sebuah perusahaan jasa keamanan di bawah grup Consolidated Services Indonesia (CSI) berdampak pada bonafiditas orang Indonesia. Orang tidak mudah percaya kepada orang Indonesia akibat asal-usulnya yang sering tidak jelas.

Akibat lain, "Investor asing akan sangat berhati-hati jika ingin berbisnis di Indonesia," terang James dengan nada serius. Nah, karena kondisi-kondisi itulah tenaga penyelidik semakin dibutuhkan untuk memberi dukungan informasi.

Sejauh ini CSI yang beroperasi sejak 1987 banyak mengerjakan proyek penyelidikan yang menyangkut bisnis. Antara lain menyelidiki latar belakang calon partner bisnis, calon distributor atau calon pegawai, mencari bukti-bukti untuk pengadilan, bukti pelanggaran hak cipta, dan sebagainya. Klien umumnya perusahaan, lembaga internasional, atau LSM. Sedangkan kasus-kasus pribadi, seperti perselingkuhan, sangat jarang.

Dalam kasus pribadi, menurut James, kadang klien terlalu berharap banyak. "Maunya ada foto-foto sebagai bukti perselingkuhan, padahal di Indonesia tidak mungkin bermesraan di depan umum. Atau kita tidak mungkin masuk ke dalam kamar pakai kamera tersembunyi," tutur warga negara Amerika Serikat yang sudah tinggal di Indonesia sejak 1981 ini.

Bisa jadi penyebab lainnya lantaran tarif perusahaan jasa keamanan untuk kasus-kasus pribadi akan terasa sangat mahal. Kabarnya untuk jasa pengintaian saja, bisa ratusan dolar AS per jam. Padahal penyelidik perorangan, seperti Tony dan timnya, cuma setengahnya.

Tapi dibanding penyelidik perorangan, struktur organisasi sebuah perusahaan jasa keamanan memang lebih komplet. Penyelidik dari perusahaan dituntut untuk mendalami tugas-tugas yang relatif rumit karena menyangkut bisnis. Misalnya antara lain membaca dokumen-dokumen perusahaan seperti catatan keuangan. Dalam laporan akhir kepada klien, penyelidik juga harus memberi suatu pendapat berdasarkan penyelidikan dan analisanya.

Kepada anak buahnya James selalu menekankan agar tidak terkecoh pada catatan-catatan di atas kertas saja. Minimnya kepastian hukum di negeri ini bisa saja membuat riwayat seseorang atau perusahaan terlihat "bersih", padahal di balik itu banyak masalah yang tidak tercatat. "Latar belakang masa lalu ini yang sekarang lebih dibutuhkan calon klien. Apa dia banyak skandal, banyak dituntut orang, dan semacamnya," katanya.

James merekrut penyelidik dari berbagai latar belakang. Tapi umumnya mereka sudah terbiasa bekerja di lapangan, cermat melihat situasi, serta luwes melobi berbagai pihak untuk menggali informasi. Ada mantan aktivis politik, pekerja LSM, sampai bekas wartawan. Khusus bekas wartawan dinilai punya nilai lebih, karena lebih jeli mencatat detail dan mampu memberi warna pada laporannya.

Karena terkait urusan bisnis, penyelidik seringkali harus berinteraksi dengan target. Mereka harus menyamar menjadi calon rekanan bisnis, pemasok barang, atau kadang pembeli. Memainkan peran seperti ini tentu dibutuhkan mental yang cukup, walau sebenarnya target tidak akan mudah curiga.

Tantangan terbesar justru untuk mendapatkan dokumen. Penyelidik harus bisa mendekati orang-orang yang memiliki akses untuk mendapatkannya. Sejauh tidak mengambil sendiri secara diam-diam, menurut James, masih diperbolehkan. "Kalau ada orang dalam (yang meng-copy) itu boleh," tuturnya.

Pergerakan para penyelidik di lapangan akan terus dipantau penyelia dan ahli hukum perusahaan agar tidak menabrak aturan hukum. Penyelia - yang juga seorang penyelidik senior - juga ikut membantu mengarahkan serta memberi analisa dalam laporan akhir. Bila membutuhkan dukungan tenaga atau informasi, penyelidik juga dibantu sejumlah pihak luar, istilahnya agen.

Berjalan lurus pada koridor hukum saja belum tentu jaminan aman. Tahun 1994, beberapa anak buah James ditangkap aparat keamanan ketika mencari bukti penerbitan dokumen pengiriman barang yang dipalsukan, terkait pembayaran letter of credit (LC). Mereka sempat ditahan, diinterogasi 18 jam, tanpa prosedur resmi.

Rupanya, target mengetahui kalau dirinya menjadi sasaran, lalu berupaya menghentikannya dengan mempergunakan polisi. Namun toh upaya itu tidak berhasil, karena akhirnya pengadilan tetap menyatakan target bersalah dalam kasus penipuan LC. Antara lain justru karena hakim menerima laporan tentang adanya pencidukan itu.

Penyelidik di Indonesia umumnya memang masih bergerak pada kasus perdata. Lain di Amerika Serikat, yang warganya biasa minta bantuan penyelidik untuk mencari suatu bukti jika tidak puas dengan hasil kerja polisi untuk kasus-kasus seperti pembunuhan, penculikan, atau kekerasan. Di Filipina, penyelidiknya juga biasa menangani pencarian dan negosiasi dalam kasus-kasus penculikan anak yang memang menonjol di negara itu.

Jika dalam penyelidikan ternyata ditemukan unsur pidana, penyelidik diharuskan langsung berkoordinasi dengan polisi. "Misalnya pada kasus penyelundupan barang yang ternyata di dalamnya ada narkoba. Ada kasus-kasus seperti ini di mana pelakunya biasanya saling melindungi," ungkap James yang sempat 20 tahun bertugas di sebuah pasukan khusus US Army ini.

Walau belum ada aturan resminya, aktivitas penyelidikan yang dilakukan perusahaan jasa keamanan sesungguhnya bukan tidak diketahui Polri. Sebagian penyelidik CSI pernah mengikuti kursus dari Polda Metro Jaya. Mereka diajari dasar-dasar penyelidikan, aturan-aturan hukum, serta perkenalan senjata api. Walau menurut James, penyelidik swasta tidak akan pernah memerlukan senjata saat bertugas. "Senjatanya ya otak kita ini."

Laporan berbahasa Mandarin
Meski baru sepuluh tahun terakhir santer terdengar, tapi keberadaan jasa penyelidikan di Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Paling tidak James sendiri sudah merintisnya lebih 20 tahun lalu, berbentuk konsultan keamanan. Memang, sejak tahun 1998 (Reformasi) Polri lebih membuka diri terhadap bisnis ini. "Apalagi sejak polisi berpisah dari ABRI."

Prospek bisnisnya sangat cerah. Klien-klien CSI kini bukan cuma orang-orang bule saja, tapi berkembang ke pebisnis dari negara-negara Asia Timur. "Laporan kami sekarang juga berbahasa Mandarin," tutur pria kelahiran Chicago 59 tahun lalu ini. Sayangnya, lanjut James, angin baik ini terganggu munculnya orang-orang yang mencoba-coba menjadi penyelidik, padahal sesungguhnya tidak punya kemampuan.

Tony mengakui, memang ada orang-orang tertentu yang mengaku-ngaku penyelidik tapi sebenarnya penipu. Sudah terima uang muka dari klien, tapi malah kabur tak bertanggung jawab. Tony sendiri juga pernah tertipu saat menyerahkan sebagian pekerjaannya ke penyelidik lain. Padahal dalam pekerjaan seperti ini, kepercayaan harus dijunjung tinggi. Karena selebihnya, setiap hal akan bersifat rahasia, demi kelancaran pekerjaan penyelidikan itu sendiri.

Dalam sebuah proyek penyelidikan, tidak selamanya klien bertemu penyelidik langsung. Perintah cukup dikirimkan lewat e-mail atau telepon. Pembayaran ditransfer. Bahkan James tidak menyangkal, CSI sekalipun sering tidak mengetahui klien pemberi proyek, karena disampaikan lewat pihak ketiga.

Demi kerahasiaan pula, malam itu, Tony Sanjaya harus segera menghilang di keramaian sebuah mal di Jakarta Pusat. Tanpa sempat memberi tahu nama aslinya.


Ponsel bisa disadap orang dekat
Soal selidik-menyelidik, memang bukan monopoli polisi atau detektif swasta saja. Orang awam sekalipun bisa merasakan jadi penyelidik, untuk berbagai tujuan pribadi. Apalagi alat-alat canggih ala James Bond saat ini sudah banyak ditawarkan di pasaran.

Sepintas, nama-namanya cukup seram: alat penyadap pembicaraan ruangan, kamera mini, pendengar suara jarak jauh, teropong berkamera, teropong malam hari, kamera tembus pandang, dan sebagainya. Di Jakarta, barang-barang semacam itu bisa didapatkan di toko-toko elektronik, di kawasan Glodok. Atau silakan Anda melihat-lihat sejumlah toko online di internet.

Teknologi terbaru yang sedang jadi pembicaraan hangat adalah penyadap ponsel. Proses penyadapannya ternyata cukup sederhana, yaitu tinggal memasukkan software tertentu ke dalam ponsel melalui kartu memori. Hasilnya, semua SMS dan pembicaraan bisa diketahui penyadap. Ponsel juga bisa dihubungi tanpa ada nada masuk, sehingga menjadi seperti mikrofon alat penyadap yang memberikan siaran langsung segala aktivitas pemegang ponsel.

Soal melanggar hukum atau tidak, hal itu sangat bisa diperdebatkan. Tapi yang jelas, penyadapan memang hanya bisa dilakukan terhadap ponsel orang-orang terdekat, karena dibutuhkan nomor IMEI (15 digit angka identitas ponsel) dan harus memasukkan software lewat kartu memori. Dua langkah yang tentunya tidak bisa dilakukan sembarang orang.

"Pemakainya, misalnya orangtua yang ingin mengawasi anaknya agar tidak terlibat narkoba. Atau orang yang ingin tahu apakah pasangannya selingkuh atau tidak," jelas A. Hartono, Technology Adviser PT. Mitra Mulia Persada, perusahaan yang menawarkan alat ini. Sejauh ini, menurut Hartono, "Lancar-lancar saja."

Ponsel yang bisa disadap terutama yang menggunakan sistem operasi Symbian. Itu artinya, mayoritas ponsel yang beredar di pasaran saat ini.

Dimuat di Majalah INTISARI November 2007


Catatan Penulis:
Mencari detektif swasta di Indonesia sebenarnya tidak susah.Yang agak menguras tenaga dan pikiran adalah membujuk mereka untuk diwawancarai. Untunglah Pak James cukup gampang. Cuma Tony yang sempat membatalkan wawancara berkali-kali, alasannya sibuk. "Saya suka kewalahan," kata Tony tentang banyaknya pekerjaan yang ditanganinya. Itu artinya bisnis intai-mengintai cukup subur di Indonesia. Dan pekerjaan ini hanya membutuhkan kreatifitas dan kesabaran. Mau gabung?


9 komentar:

Firmansyah mengatakan...

halo, salam kenal mas tjahjo. oo..yang dikirim mas ke intisari yah. Bagus banget mas !kalau mau gabung jd penyelidik syaratnya apa,dan kemana ya mas ? thx yah & ditunggu jawabannya ya mas!

lifehunter mengatakan...

apakah seorang pengetik ulung itu maksudnya adalah orang yang mempunyai kemampuan mengetik dengan cepat? apakah itu yang anda maksud? apakah bila saya juga bisa mengetik dengan cepat bisa disebut dengan pengetik ulung juga? (bercanda).

Anonim mengatakan...

saya ray, salam kenal pak tjahjo, pada intisari teks dikatakan mau gabung ?, maksudnya mau gabung utk jadi anggota detektif yah, klo benar, apakah saya dapat bergabung dengan organisasi detektif pak tjahjo ?

trimaksih pak tjahjo n ditunggu bgt jawaban dr bapak...

justiceofworld@gmail.com mengatakan...

saya ray, salam kenal pak tjahjo, pada intisari teks dikatakan mau gabung ?, maksudnya mau gabung utk jadi anggota detektif yah, klo benar, apakah saya dapat bergabung dengan organisasi detektif pak tjahjo ?

trimaksih pak tjahjo n ditunggu bgt jawaban dr bapak...

T. Tjahjo Widyasmoro mengatakan...

@lifehunter: benar. saya amati, petugas kelurahan juga termasuk pengetik ulung, hehehehe....

@justiceofworld: sewaktu tulisan ini dibuat, memang ada lowongan yang ditawarkan untuk menjadi detektif. bahkan langsung bekerja untuk satu kasus mendesak. sayangnya, beberapa bulan setelah itu, saya kehilangan kontak dengan yang menawarkan.

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
39 mengatakan...

Saya mau bergabung ...

Anonim mengatakan...

Ini beneran pekerjaan untuk jadi detektif?

y mengatakan...

bisa ajari saya?