04 Desember, 2007

Hobi Situ Ngapain Sih?


Salah satu bukti kalau negeri kita masih berkultur agraris (baca: ndesit) yang begitu kental dengan suasana ramah-tamah, gotong royong, guyub, tenggang rasa, dari desa ke desa, kelompencapir, ria jenaka, dsb dsb, saya temukan di formulir pendaftaran pemasangan baru telepon dari PT. Telkom. Di antara sekian banyak pertanyaan yang jawabannya harus diisikan ke dalam kotak-kotak - mirip teka-teki silang - salah satunya ditanyakan soal hobby.

Pertanyaan yang muncul di benak saya yang lugu ini: kira-kira apa hubungannya hobi seseorang dengan keinginannya untuk memasang telepon rumah?

Maaf, soal agraris tadi, saya bukan sedang meledek aset bangsa kita yang konon dipuji wisatawan mancanegara itu, yaitu keramahan. Ramah atau usil sih? Tapi sifat terpuji ini kadang agak berlebihan. Umpamanya kalau menyangkut pengisian identitas untuk keperluan administrasi. Sering saya jumpai pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting-penting amat ditanyakan dan kadang cenderung mengusik privasi.

Jangan salahkan kalau akhirnya naluri homo ludens saya terangsang dan menuliskan hobi "makan bakso". Kalau kotaknya lebih panjang, rencananya malah akan saya tambahkan: korespondensi, baca deklamasi, membuat kristik, main damdas, main gatrik, atau mencari encuk untuk makanan cupang.

Sewaktu mengisi aplikasi untuk tabungan di sebuah bank, pada kolom status perkawinan saya pernah iseng menuliskan: duda. Waktu itu saya belum kawin. Usia masih di bawah 23. Mbak customer service yang saya tebak usianya satu-dua tahun di bawah saya, sedikit berkerut alis dan melirik saya dari sudut mata. Kenapa mbak, ada minat sama duda? batin saya.

Pertanyaan tidak relevan yang juga sering saya kerjain adalah, pendidikan: SLTP, pekerjaan: dagang, penghasilan: kurang dari 500 ribu, jumlah tanggungan: 5 orang, rumah: numpang (diisi di kolom lain-lain).

Bank BRI juga punya pertanyaan aneh yang saya temukan dalam formulir pengajuan kredit tanpa agunan. Di situ ditanyakan maksud pengajuan kredit.

Okelah, mungkin sedikit ada hubungannya. Tapi bukankah seleksi permohonan kredit lebih dititikberatkan pada kemampuan calon debitur untuk membayar seperti soal penghasilan dan tempat bekerja. Misalkan tujuan kita mengambil kredit itu baik (membantu mertua yang akan liburan ke luar negeri, misalnya) apakah analis kredit bakal langsung meluluskannya?

Seorang teman kantor mengusulkan agar saya mengisinya: "merenovasi kolam renang". Untunglah karena merasa urusannya bakal begitu ribet, saya urung mengajukan kredit. Agak menyesal juga, karena saya sebenarnya sudah mempersiapkan jawaban: "menikah lagi".

Lah, saya yang minjam duit, kok situ yang usil?

1 komentar:

gus rus mengatakan...

angle foto ok, tapi no hp and nama nyokap nongol juga neh. Siap aja yo terima order bandeng isi di blog lo. ha..ha...