03 Desember, 2008

Terlahir Kembali Dengan Pensiun Dini

Berhenti bekerja pada usia produktif bisa menjadi peristiwa menakutkan dalam hidup seseorang. Tapi dengan modal persiapan dan bekal yang cukup, justru banyak hal yang bisa dilakukan pada masa pensiun dini. Bagaimana kita menyiasati hari-hari panjang itu?

"Mak nyuss!" Begitu kata yang sering terucap dari Bondan Winarno. Kata yang aslinya ia kutip dari tulisan-tulisannya Umar Kayam itu, dipopulerkannya lewat sebuah acara wisata kuliner di sebuah stasiun televisi swasta. Pokoke mak nyuss, pokoknya enak banget, begitu kira-kira artinya.

Bukan cuma lantaran Bondan begitu fasih berbicara soal cita rasa, pemirsa televisi mungkin juga merasa iri dengan pekerjaannya sebagai seorang pembawa acara, tukang icip-icip makanan, sekaligus bisa jalan-jalan - bahkan sampai ke luar negeri. Pemirsa mungkin akan lebih iri lagi, jika mengetahui sebenarnya Bondan tidak bekerja, tapi hanya menjalankan hobi. Sebenarnya ia sudah pensiun.

Desember 2003, Bondan memutuskan berhenti total dari segala rutinitas kerja kantoran pada usia 53 tahun. Usia yang tergolong muda di tengah kariernya yang tengah menanjak. Jabatan terakhirnya, Pemimpin Redaksi di sebuah surat kabar sore. Kesibukannya kini hanyalah berolahraga pagi, menjelajah internet untuk buka e-mail atau chatting, lalu sisa waktunya untuk menulis. "Sekarang saya merasa tenang dan lebih sehat," katanya sembari menatap kehijauan lapangan golf di samping rumahnya, di kawasan Sentul Bogor.

Memutuskan berhenti bekerja di usia yang masih terhitung produktif, menurut pria kelahiran Surabaya yang besar di Semarang ini, sungguh sulit. Ada saja penghalangnya. Terutama dari teman-teman yang mengajak mengurusi berbagai bisnis.

Namun, Bondan terlanjur bertekad ingin menikmati hidup, terutama setelah semua anaknya menikah dan meninggalkan rumah. "Selama bekerja kantoran dulu, waktu untuk keluarga rasanya kurang. Sekaranglah kesempatannya," jelas kakek enam cucu ini.

Guncangan emosional
Mendengar cerita tentang hidup seorang pensiunan, sepintas memang terasa asyik. Sehari-hari hidup mereka tampak begitu tenang. Cerita-cerita indah selalu bertaburan. Namun, situasi itu ternyata tidak berlaku bagi semua orang. Mereka yang terbiasa aktif, masa pensiun bisa menjadi hal paling menakutkan. Irama kerja, status, bahkan pemasukan yang sebelumnya serba pasti, mendadak berubah. Hidup seolah jadi sesuatu yang berbeda dari sediakala.

Maka, tak terbayangkan jika kata "pensiun" tadi harus dihadapkan kepada pekerja berusia muda dan produktif. Dunia seperti dijungkirbalikkan, berubah 180 derajat!

Meta Trisasanti, konsultan sumber daya manusia dari DBM Indonesia, membenarkan bahwa akan timbul guncangan emosional dari seseorang yang mengalami perubahan dalam hidupnya. Apalagi jika masa pensiun dipercepat dari usia kelaziman di sekitarnya, atau biasa disebut sebagai pensiun dini. "Karena itu mental harus disiapkan," jelas Meta tentang kiat menghadapinya.

Menurut Meta, pensiun dini bisa terjadi karena dua hal, yaitu atas kehendak sendiri atau karena tuntutan keadaan. Seseorang yang mengajukan pensiun secara sukarela tentu secara mental lebih siap, karena tindakan itu merupakan pilihan hidupnya. Namun, bagi mereka yang berhenti bekerja karena terpaksa, akan timbul rasa terkejut, kecewa, atau bahkan marah.

Hal yang harus disadari para pekerja saat ini, pensiun dini terkadang menjadi hal yang tidak terhindarkan. Berbagai situasi bisa terjadi di luar perkiraan, hingga berakibat pada dunia usaha. Misalnya, kondisi perekonomian yang tidak menentu, perbedaan kurs mata uang yang tajam, kenaikan harga bahan bakar, atau persaingan usaha. Ujung-ujungnya, perusahaan tempat seseorang bekerja akan ikut terkena dampaknya.

Persoalan di dalam diri karyawan itu sendiri, akibatnya juga tak kalah dahsyat. Pada suatu masa tertentu, seseorang bisa saja merasa lelah dan jenuh menghadapi pekerjaan sehari-hari. Pekerja seperti ini seolah telah kehilangan motivasi. Celakanya, untuk menghadapi pensiun dini, dia tidak berani.

Karyawan yang kehilangan motivasi, menurut Meta, terlihat dari kinerjanya. Paling sederhana adalah soal presensi. Dia akan sering mangkir kerja dengan alasan sakit atau sering tidak terlihat ada di kantor. "Situasi ini harus diselesaikan, karena merugikan perusahaan dan sesungguhnya juga pekerja itu sendiri," tuturnya.

Namun, pensiun jangan dijadikan cara untuk menyelesaikan persoalan sesaat. Misalnya, mengajukan pensiun dini karena emosi atau tidak cocok dengan atasan. Atau karena berharap mendapat pesangon dan akan digunakan untuk membayar utang. Terhadap segala macam persoalan karyawan, perusahaan yang jeli biasanya akan melibatkan seorang konsultan SDM untuk menyelesaikannya.

Ubah persepsi
Seorang yang menghadapi pensiun dini karena penyebab apa pun harus mempersiapkan diri. Persiapan tidak melulu soal menghadapi hari-hari berakhirnya pekerjaan, namun termasuk juga cara mengisi hari-hari mendatang atau bahkan kemungkinan melanjutkan karier.

"Yang harus diubah adalah persepsi pensiun itu sendiri. Pensiun dini bukanlah akhir, tapi lebih tepat seperti 'terlahir kembali'. Kita hanya berhenti bekerja di satu perusahaan, tapi tidak berhenti beraktivitas. Modalnya, kemampuan dan pengalaman yang telah didapat di pekerjaan terdahulu," jelas Meta.

Di sini seseorang calon pensiunan akan bisa melanjutkan hidupnya dengan mengenali potensi diri. Perusahaan yang peduli pada karyawannya biasanya akan melibatkan konsultan SDM untuk menggali potensi karyawannya yang akan pensiun. Lewat pelatihan, seorang calon pensiunan diajak melihat hal-hal positif yang akan dihadapinya kelak.

Seseorang sebenarnya bisa mengetahui potensi dirinya dengan cara mudah, yaitu berdasarkan minat yang dirasakannya selama ini. Misalnya, apakah seseorang menulis, memasak, pekerjaan bengkel, mengajar, dsb. Semua dapat dijadikan modal untuk memulai sebuah pekerjaan baru tanpa harus terikat pada orang lain atau organisasi tertentu.

Di hari-hari pensiunnya, Bondan Winarno mengaku dapat lebih berkonsentrasi menulis. Kini ia lebih banyak menulis buku, bahkan dengan kualitas yang menurut dia jauh lebih baik. Ia merasa lebih puas pada karya-karyanya sekarang karena dihasilkan dalam suasana yang lebih menyenangkan.

Pensiun bagi Bondan hanyalah mengubah jalur pekerjaan dari "jalur cepat" ke "jalur lambat". Dengan berpensiun, ia juga bisa melakukan banyak hal yang dulu tidak sempat dilakukan, termasuk memberi perhatian kepada orang-orang di sekitar. Dikejar-kejar pekerjaan, menurut dia, menghilangkan kesempatan untuk bersosialisasi. Sesuatu yang menurutnya sangat berharga dalam kehidupan.

"Penghasilan saya sekarang malah justru lebih bagus dibanding masih aktif bekerja di kantor dulu, karena ternyata malah banyak yang bisa dikerjakan," aku penulis masalah-masalah manajemen ini tanpa bermaksud meninggikan diri.

Peluang baru
Jika ingin dipandang optimistis, seorang pensiunan dini sebenarnya mempunyai peluang besar untuk mewujudkan keinginan terpendamnya. Masa pensiun juga dijadikan awal untuk mencoba hal baru yang mungkin lebih menggairahkan. Bahkan pengalaman baru ini bisa saja menghasilkan uang.

Merasa cukup setelah meniti karier selama 13 tahun sebagai wartawan, Jubing Kristanto akhirnya memutuskan untuk mewujudkan keinginan lama sebagai musisi gitar. Kini, hari-harinya kembali cerah. Kesibukannya sehari-hari tak jauh-jauh dari urusan musik. Mengajar, memberi seminar, menulis artikel, atau tampil dalam pertunjukan.

"Sekarang dunia musik lebih bergairah dibanding beberapa tahun lalu. Les musik dibanjiri peminat. Orang menyadari manfaat musik," ungkap Jubing tentang keberaniannya memensiunkan diri dan banting setir ke bidang lain. "Kalau bekerja di bidang yang dulu, rasanya sudah tidak sanggup."

Kenekatan Jubing bukan tanpa bekal. Semasa kecil di Semarang, ia sudah terpikat pada gitar, terutama gitar klasik. Empat kali ia juara pertama pada festival tingkat nasional dan runner up tingkat ASEAN. Kuliahnya di Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia juga dibiayai dari memberi les privat gitar.

Menjelang masa pensiun, Jubing mempersiapkan diri dengan mengambil ijazah grade tiga. Ijazah langka yang memberinya bekal untuk mengajar para guru gitar dan memberikan seminar. "Di Indonesia cuma ada empat orang yang punya," katanya.

Sejak semula Jubing sadar bahwa pilihannya pensiun dini mempunyai konsekuensi terhadap penghasilan. "Jumlahnya memang turun," akunya. Namun, atas izin istri, juga orangtua, hal itu tidak menjadi masalah besar. "Asalkan masih bisa hidup layak. Selain itu pekerjaan baru ini juga bisa dilakukan dengan fun."

Berdasar pengalamannya, Meta mengungkapkan, beralih profesi kadang malah tidak bisa dihindari di saat seseorang terkena pensiun dini. Terutama jika saat seseorang harus keluar dari pekerjaannya, tapi tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru. Sebab, tenaga-tenaga muda yang lebih dinamis dan memiliki kemampuan lebih telah menguasai bursa kerja.

Sejauh pengamatan Meta di DBM, kalangan pekerja kelas bawah (blue collar) justru lebih siap menghadapi perubahan profesi. Pekerja berpenghasilan setara UMR umumnya memiliki usaha sampingan yang memberi sumbangan pemasukan tidak sedikit. Ketika harus terkena rasionalisasi, bermodalkan pesangon, mereka tinggal mengembangkan usahanya.

"Berbeda dengan pekerja white collar yang sangat tergantung pada penghasilan rutin. Selain gaya hidupnya juga lebih tinggi, mereka juga tidak berani mencoba berusaha," jelas Meta.
Pada pelatihan-pelatihan persiapan pensiun oleh konsultan SDM, peserta biasanya diajak untuk mengembangkan diri dengan cara berwirausaha. Di pelatihan juga ditekankan bahwa wirausaha tidak harus selalu dikerjakan sendiri. Pensiunan bisa menanamkan modal dalam bentuk usaha franchise yang kini banyak ditawarkan.

Terbukti, sesungguhnya banyak hal yang bisa dikerjakan pada masa pensiun. Hilangkan kekhawatiran, dan mulailah berkarya (lagi).

stok tulisan yg belum diterbitkan. dilarang mengcopy/mengutip tanpa izin penulis

Tidak ada komentar: