Kaum muda makin menggilai body piercing alias tindik. Tujuannya, memperindah penampilan atau mendongkrak citra diri. Namun, kalau sampai lidah dibelah, apa pula maunya?
"Wuih, lihat tuh, ada toko emas berjalan!"
Begitu suara-suara "iri" yang acap terdengar tatkala melihat seorang wanita mengenakan aksesori berbahan emas secara berlebihan menurut ukuran normal. Di telinganya tergantung anting berbentuk cincin berdiameter 3 cm. Di leher melingkar kalung rantai dengan liontin sebesar ibu jari pria dewasa berhiaskan berlian. Di jari manisnya melingkar jajaran cincin kawin dan cincin bermata berlian sebagai pasangan kalungnya. Tak cukup itu. Di pergelangan tangan kiri dan kanannya juga bergelantungan gelang sampai menimbulkan bunyi gemerincing ketika tangan digerakkan.
Cara berhias macam itu belakangan tak cuma didominasi kaum hawa. Pria pun belakangan banyak yang beraksesori mirip wanita, meskipun bahannya tak melulu emas, pun tidak seekstrem gambaran di atas.
Bahkan yang lebih menarik, berhias dengan melibatkan proses menindik, belakangan berkembang menjadi sebuah tren dan karya seni. Bagian yang ditindik pun tidak cuma kuping, tapi juga bagian tubuh lain. Dari cuping hidung, bagian bawah bibir, lidah, sampai (maaf) organ genital pun ditindik untuk dipasangi aksesori. Dari situlah muncul istilah body piercing.
Orang kita kemudian mengindonesiakan istilah itu menjadi tindik. Setidaknya, menurut kamus, arti katanya memang demikian. Meski perkembangan seni hias tubuh ini membuat makna katanya meluas dari sekadar tindik untuk memasang anting-anting di cuping telinga.
Maklum, para pencinta seni ini punya prinsip, semua bagian tubuh sesungguhnya bisa ditindik. Syaratnya, asal kelihatan pantas dan bisa ditusuk jarum tindik. Tindik yang wajar dan mulai bisa diterima masyarakat biasanya dilakukan di telinga dan sekeliling wajah. Mulai ujung alis, hidung, bibir, dagu, hingga lidah.
Di kalangan remaja perempuan, mulai jamak terlihat setiap cuping telinga memiliki lebih dari satu tindik. Bisa dua, tiga, bahkan empat. Populer juga tindik di pusar. Kabarnya, itu membuat perut tampak seksi, seperti penyanyi idola mereka, Britney Spears atau Shakira. Sementara itu, ada sekelompok kecil yang justru memasang di tempat-tempat yang lebih tersembunyi.
Kedengarannya genit, padahal sejarahnya sama sekali tidak demikian.
Sekitar 4.000 tahun lalu kaum pria Mesir telah bertindik ria untuk alasan kejantanan. Para ksatria Romawi menindik puting payudaranya sebagai perlambang semangat dalam melindungi kaisar. Sedangkan pendeta suku Indian Aztec dan Maya memasang perhiasan di lidah agar bisa berkomunikasi dengan dewa-dewa mereka.
Bagaimana dengan perjalanan tindik di dalam negeri? Jejak tindik tradisional hingga kini masih bisa ditemukan. Kaum pria suku tertentu di Papua memasang hiasan tanduk hewan di hidung sebagai lambang keperkasaan. Atau, para perempuan suku Dayak yang sengaja memperbesar lubang tindik di cuping telinganya hingga kiwir-kiwir, agar dibilang cantik.
Makin penasaran
Beda zaman, beda pula alasan. Bagi kaum muda zaman cyber seperti sekarang, selain dianggap bisa mendongkrak penampilan, tindik telah menjadi sarana ekspresi diri. Sebuah simbol kebebasan dari segala formalitas yang ada. Setidaknya, demikian pengakuan Rio (26), satu dari ratusan atau mungkin ribuan anak muda Jakarta yang memiliki lebih dari satu tindikan.
"Memang sih, ada yang ditindik buat gaya-gayaan. Atau biar dibilang funky (keren - Red.). Tapi gue ditindik kayak begini, karena ... inilah gue," kata Rio serius.
Pekerja sebuah kafe di Jakarta itu sudah mengenal tindik sejak lepas dari bangku sekolah. Kebetulan tempat kerjanya sekarang tak melarangnya berpenampilan full aksesori.
Rio mengakui, ada sebagian warga masyarakat yang memandang minor terhadap pencinta tindik, atau seni hias tubuh lain seperti tato. Seolah-olah seseorang dengan hiasan tubuh seperti itu, berasal dari kalangan asosial. Bahkan tak jarang dicap pelaku kriminal.
"Tidak harus bertato atau beranting. Kalau (memang) sifatnya jahat, ya jahat aja," tandas Rio yang mengaku pernah mendapat perlakuan tak menyenangkan, hanya karena penampilannya.
Dengan sederet perhiasan di wajah, ditambah aksesoris lain di sekujur badan, penampilan pencinta tindik memang kerap menarik perhatian. Masalahnya, mereka selalu merasa tak cukup puas dengan hanya satu tindikan. Setelah merasakan satu tusukan, ada kecenderungan ingin mencobanya pada bagian tubuh lain. Kondisinya mirip orang kecanduan, tetapi bukan.
Keinginan itu, menurut Rio, bukan karena reaksi kimiawi tubuh. Tapi lebih karena rasa penasaran. Hal itu berlaku juga bagi tato. "Kira-kira kalau ditindik di lain tempat, rasa sakitnya kayak apa, ya?" jelas Rio yang selain menindik sendiri tubuhnya juga melayani jasa tindik untuk orang lain.
Lidah disasar
Belakangan, beberapa kalangan menilai, keinginan demi keinginan itu telah memasuki stadium "kebablasan". Pencinta tindik terus mengeksplorasi pencariannya hingga seni itu memasuki bentuk-bentuk baru. Dari sekadar body piercing, kalangan tertentu membawanya ke body modification. Memodifikasi anggota tubuh untuk menunjang penampilan, serta bisa jadi memuaskan rasa penasaran.
"Tindik" gaya baru itu benar-benar bikin orang merinding, meskip sesungguhnya masih banyak aliran yang lebih sadis dan menyeramkan. Dari sekadar mengikir gigi hingga berbentuk runcing, memodifikasi alat kelamin, hingga puncaknya memotong anggota tubuh seperti jari tangan dan jari kaki. Nah, yang kini ramai dibicarakan di Amerika Serikat sono yaitu belah lidah (split tongue) dan implantasi.
Sungguh ini bukan sulap, tapi betul-betul memotong ujung lidah hingga ke bagian tengah, pada garis celah lidah. Hasilnya, lidah jadi tampak seperti lidah binatang reptil. Pemotongan bisa dilakukan dokter atau kalau memang nekat, bisa sendiri. Manfaatnya? Hanya demi penampilan!
Uniknya, menurut mereka yang telah merasakan, kedua ujung lidah dapat digerakkan sendiri-sendiri. Weleh-weleh.
Jangan pakai pistol
Pada bagian tubuh mana pun tindik dilakukan, dr. Imam Susanto, spesialis bedah plastik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dapat memakluminya, dengan syarat tidak menggangu fungsinya. Sejauh ini ia mengamati tindik yang dilakukan kaum remaja kita masih dapat ditoleransi. "Kecuali kalau yang ditindik bagian bibir, lidah, dan genital," tandasnya.
Imam mengingatkan, mulut termasuk bagian tubuh yang kotor. Risiko infeksi akan sangat besar bila tindik dilakukan di bibir maupun lidah.
Pada tindik telinga, harus diperhatikan keberadaan tulang rawan. Bila sampai terjadi infeksi, dapat meninggalkan jejak yang buruk di masa depan. Apalagi jika seseorang mempunyai bakat keloid ("daging tumbuh").
Bagi kaum wanita, pilihan tindik juga harus ekstra hati-hati. Infeksi pada tindik puting misalnya, dapat menjalar hingga ke dalam-dalam. Tindik pada kemaluan, terutama pada bibir kecil vagina, meski diakui dapat menambah kenikmatan erotis saat berhubungan suami-istri, sebaiknya tidak dilakukan bila tidak merasa nyaman.
"Kalau saat berhubungan terjadi gesekan, apa malah tidak mengganggu? Atau malah kesakitan? Ini yang tidak masuk dalam logika saya," kata Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Plastik Indonesia itu.
Jika memang berniat menindik, tambah Imam, harus benar-benar memperhatikan kebersihan alat tindik. Dianjurkan memakai jarum baru dan sekali pakai. Jangan menggunakan pistol tindik (ear piercing gun) seperti banyak dipakai penjual perhiasan. Alat semacam itu sulit atau bahkan jarang dibersihkan.
Tolak tindik kelamin
Soal kebersihan alat tindik tidak hanya dikhawatirkan para dokter. Menurut Robin Hutagaol (29), penindik di Jakarta, banyak rekan seprofesinya yang mengabaikan prosedur sterilisasi alat tindik yang benar. Celakanya, banyak pula konsumen yang tidak mengerti dan menindik hanya karena pertimbangan ongkos murah.
"Kalau soal jarum, saat ini memang sudah dipakai yang disposible. Tapi peralatan lain, seperti penjepit, harus juga disterilkan. Ini yang tidak banyak dilakukan piercer," jelas Robin yang pernah mengikuti pelatihan menindik di San Francisco.
Di studio tindik miliknya, Ish-Kabible di kawasan Kemang Jakarta Selatan, sterilisasi dilakukan sesuai standar internasional. Sehabis dipakai, setiap peralatan dibersihkan dengan desinfektan, lalu ke tabung ultrasonik, dikemas dalam medipack, dilanjutkan kembali dengan mesin autoclave. Semua peralatan dan bahan diimpor dari Inggris dan Amerika Serikat.
Ia pun menerapkan standar lain menyangkut prosedur tindik. Ketentuan umum, pemakai jasanya tidak boleh dalam keadaan mabuk, hamil, atau di bawah umur. Seseorang akan ditindik jika telah menandatangani surat perjanjian, yang intinya kesadaran bahwa dirinya akan ditindik dengan segala konsekuensinya. Untuk usia di bawah 18 tahun, surat perjanjian harus diketahui orangtua.
"Tidak ada tanda tangan, berarti tidak bisa ditindik," tegas Robin yang tidak melayani tindik alat kelamin.
Sembuh dalam setahun
Sarjana ekonomi itu mengungkapkan, persoalan terbesar adalah masalah menjaga kebersihan setelah ditindik. Terutama pada kaum pria yang cenderung malas merawat diri. Maka setelah menindik, Robin selalu memberi petunjuk tertulis tentang cara perawatan dan obat-obatan yang dapat digunakan.
Untuk penyembuhan, dr. Imam Susanto menyarankan agar luka tidak terkena air selama tiga hari. Setelah itu diberi salep antibiotik kadar rendah, seperti yang untuk mata. Pemberian antiseptik cair tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan iritasi dan mengganggu pertumbuhan lapisan luar kulit (epitel) yang akan membungkus luka. Sedangkan tindik pada mulut bisa digunakan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.
Sumber di situs-situs web tentang tindik menyebutkan, lama penyembuhan luka tindik sangat bervariasi, berkisar antara empat minggu hingga satu tahun. Paling cepat sembuh adalah tindik cuping telinga, yaitu 6 - 8 minggu. Sedangkan terlama pada tulang rawan telinga dan pusar, 4 - 12 bulan.
Cukup makan waktu? Apa boleh buat. Ingin tampil keren kadang butuh pengorbanan.
Pertengahan Mei lalu, mode paling "kejam" ini mendadak mengemuka. Itu lantaran David Miller, anggota legislatif negara bagian Illionis, AS, merancang sebuah peraturan pelarangannya. "Tindakan semacam itu hanya boleh dilakukan dokter dan harus demi alasan medis," kata Miller dari Partai Demokrat yang juga seorang dokter gigi.
Kontan rencananya itu mendapat tentangan kaum lidah bercabang. Mereka berpendapat, belah lidah tak beda dengan body modification yang resmi, seperti implantasi payudara atau body building. Benarkah demikian?
Menyimak cara-cara membelah lidah memang cukup membuat wajah meringis. Ada yang sekadar menggunakan benang keras. Jangan dibayangkan rasa sakit yang diakibatkannya. Atau, yang lebih "waras", memakai pisau bedah dengan bantuan dokter. Setelah mendapat anestesi, lidah diiris biasa. Prosesnya cepat, tak sampai setengah jam. Untuk mengurangi perdarahan dan mempercepat penyembuhan digunakan kauter listrik (electro cauter) yang membakar ujung luka. Biasanya, dokter akan menjahit luka irisan. Menyatukan sisi atas-bawah luka, hingga hasil potongan terlihat lebih halus.
Kauter menjadi alternatif ketiga untuk mengiris lidah tanpa pisau bedah. Cara pemotongannya mirip seperti khitan dengan laser. Namun, di AS metode ini jarang dipakai, karena dirasakan serba tanggung.
Cara terakhir, menggunakan laser. Penanganannya mirip pada kasus-kasus penyakit mulut seperti kanker atau biopsi lidah.
Dimuat di: Majalah INTISARI, Juli 2003
Catatan Penulis:
Tulisan ini diposting setelah beberapa hari lalu saya membaca sebuah berita, Robin Hutagaol, salah seorang narasumber saya di tulisan ini meninggal dunia, Januari 2009, karena kecelakaan lalu lintas. Semoga arwah Robin tenang di alam sana. Thanx bro!
3 komentar:
saya mau nanya, kemaren saya baru tindik di pusar,gimana ya cara cepat menyembuhkannya?
Your style is unique compared to other folks
I have read stuff from. I appreciate you for posting when you have the opportunity, Guess I will just book
mark this blog.
Here is my site ; transfer news arsenal 2009
Hi there! I know this is kinda off topic but I was wondering
if you knew where I could find a captcha plugin for my comment form?
I'm using the same blog platform as yours and I'm having problems finding one?
Thanks a lot!
Feel free to surf my web-site : perfumes
Posting Komentar