20 Agustus, 2009

Semata Karena Sotoy

Jika Anda tidak termasuk dalam golongan pengikut agama "minoritas" di negara ini, mungkin sesekali Anda pernah geli ketika mendengar kami (non-muslim) secara sotoy (alias sok tau) memakai istilah2 dalam agama Anda, pada percakapan kami sehari-hari.

Istilah2 itu memang sekadar kami comot saja dari pembicaraan di antara kita sehari-hari. Yang bodohnya, kami tidak berusaha menelusuri arti sebenarnya. Padahal tanpa pengetahuan yang cukup atau cuma ikut-ikutan mengucap belaka, penggunaan istilah2 tersebut kadang tidak tepat. Atau malah menjadi rancu.

Pertama, saya ambil kata yang populer: Insya Allah.

Untuk artinya, mari kita merujuk kepada Wikipedia yang menulis: Insya'Allah adalah ucapan seseorang yang menyertai pernyataan akan berbuat sesuatu pada masa yang akan datang. Dengan mengucapkan perkataan ini seorang muslim telah berjanji untuk melakukan perbuatan tersebut kecuali tidak memungkinkan pada saat akan dilakukan. Lihat QS 18:24.

Situasi "enggak berani janji, tapi akan diusahakan sebaik mungkin atas seizin yang Di Atas" jelas bukan milik orang Islam saja. Tapi sungguh mulia, umat muslim mempunyai istilah yang bisa mengakomodasinya. Akhirnya kami pun merasa cocok dan ikut memakainya. Padahal jika direnungkan benar, istilah itu bukan hanya tidak tepat jika diucapkan oleh non-muslim, tapi alangkah tercela jika kami kemudian merasa "aman" berlindung di balik kata itu.

Kedua, istilah yang tidak kalah populer: Almarhum.

Untuk artinya, saya mencoba merujuk kepada arsip milis Assunnah. Kalau boleh saya rangkum: almarhum merujuk kepada sebutan untuk seseorang yang meninggal dan dirahmati Allah. Biasanya ini diucapkan sebagai doa dan harapan agar Allah mengampuni dosanya dan merahmatinya. Dengan catatan, ini diucapkan bergantung kepada niat si pengucapnya. Dalam pemahaman itu, jelas kami tidak berhak menggunakan almarhum untuk orang2 yang sudah meninggal dan mereka bukan muslim.

Ketiga, istilah yang digunakan setahun sekali: Minal 'Aidin wal-Faizin.

Untuk artinya, saya merujuk kepada Wikipedia yang menuliskan: ucapan ini adalah sebuah doa yang bila diterjemahkan menjadi "Semoga kita semua tergolong mereka yang kembali (ke fitrah) dan berhasil (dalam latihan menahan diri)".

Namun situasinya, dilandasi niat baik, kami sering mengucapkan kata itu saat menyalami Anda pada hari Idul Fitri. Maksudnya agar bisa turut melebur dalam kegembiraan, tapi malah salah kaprah, karena mengira Minal 'Aidin wal-Faizin artinya "mohon maaf lahir batin". Bisa jadi selain sifat sotoy tadi, itu disebabkan kami terpengaruh rima "in" pada akhir masing-masing kata 'faizin' dan 'batin'.

Pengucapan itu jelas tidak tepat. Bagaimana bisa mengucapkannya jika kami tidak melakukan puasa Ramadhan? Jika umat muslim telah berpuasa dan meminta maaf atas kesalahannya, tentu kami akan memaafkan. Kalau pun akhirnya kami juga ikut menumpang meminta maaf pada momen itu, saya kok yakin, dengan hati yang telah terlahir kembali, saudara-saudara kami umat muslim akan memberi maaf.

Selamat berpuasa Ramadhan.

Tidak ada komentar: