Nama kerennya sex toys. Namun, awas! Mainan yang satu ini bukan untuk anak-anak di bawah umur. Dalam kondisi tertentu bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan kepuasan bersama pasangan. Syaratnya, jangan kebablasan!
Seorang rekan wartawan yang biasa malang melintang di dunia malam, mengibaratkan sex toys atau alat bantu seks bagai salep obat jerawat. Tidak pernah dipakai secara terang-terangan, tetapi banyak peminatnya. Di kalangan tertentu alat itu sudah banyak dipakai, meski sembunyi-sembunyi. Entah oleh pasangan yang sudah menikah maupun lajang. Entah heteroseksual ataupun homoseksual. "Kalangan orang terkenal, selebritis, atau artis juga ada," katanya.
Entah karena rasa malu atau alasan lain, pengguna alat bantu seks rata-rata tidak pernah mau membicarakannya secara terbuka. Mereka memandangnya sebagai urusan pribadi. Belum lagi, banyak yang tidak paham apakah benda-benda semacam itu dianggap barang legal atau ilegal. Sampai saat ini aturan hukum di negeri kita menyangkut keberadaan sex toys belum jelas. Yang terang, beberapa kali terbetik berita, aparat Bea dan Cukai menggagalkan penyelundupan alat bantu seks di bandara maupun pelabuhan laut. Jadilah keberadaan alat ini seperti barang haram.
Di tengah kondisi seperti itu, jika ada yang ingin memilikinya, mereka membawanya dari luar negeri sebagai barang tentengan. Di negeri-negeri jiran macam Thailand atau Singapura benda-benda itu dijual bebas di sex shop. Namun, sesampai di bandara kita, pasti akan langsung disita jika ketahuan oleh aparat Bea dan Cukai. Seperti ditulis Media Indonesia, 19 Mei April 2005, dalam setahun belakangan, aparat Bea dan Cukai telah menyita 575 buah alat bantu seks yang dibawa secara perorangan maupun lewat kiriman paket.
Meski sepertinya tabu dan terlarang, ternyata untuk mendapatkan alat bantu seks di negeri sendiri tidak sulit. Simak saja iklan-iklannya yang terpampang bebas di media-media cetak tertentu. Alat-alat itu ditawarkan di tengah kerumunan iklan obat-obat keperkasaan. Ada "penis elektrik getar goyang", "penis elektrik maju mundur", "vagina getar goyang", atau "boneka full body 165 cm". Nama-nama imajinatif yang merupakan ciptaan penjualnya belaka.
Selain alamat, pada iklan-iklan itu juga tertera nomor telepon. Dengan hanya berhalo-halo via telepon, pembeli bisa bertanya soal jenis barang, ketersediaan, sampai harganya.
Ketika Intisari mengecek lewat telepon, si penjual tak segan menjelaskan seluk beluk dagangannya seperti layaknya seorang telemarketer. Dalam kamus penjual, tersedia dua jenis barang yaitu vibrator untuk perempuan dan vaginator untuk lelaki. Harganya berkisar Rp 300.000. "Bahannya dari silikon. Bagus Pak, barang impor. Ada pelicinnya juga," kata penjual yang punya sebuah gerai di kawasan Kota, Jakarta, itu.
Namun, jika membeli lewat telepon, pembeli tidak bisa menilai barangnya lebih jauh dan harus percaya penuh pada penjelasan si penjual. "Lebih baik datang langsung saja, Pak. Harganya mungkin malah bisa kurang," saran penjual itu. Nanti sekiranya sudah melihat barangnya dan cocok, bisa pesan lagi lewat telepon. "Barang diantar ke rumah (pembeli) pakai ojek," tambahnya.
Di internet, alat bantu seks juga ditawarkan lewat situs-situs web tertentu dari luar negeri. Setiap situs perdagangan online ini menawarkannya komplet dengan gambar, fungsi, dan harganya. Cukup menuliskan nomor kartu kredit, barang akan dikirim ke rumah melalui jasa antaran internasional. Namun, kalau pemesannya berada di Indonesia jangan harap pesanan sampai di rumah. Soalnya, barang sudah dicegat terlebih dahulu oleh Bea dan Cukai untuk disita tanpa pemberitahuan pada si pemesan.
Beberapa tahun lalu, situs-situs web dalam negeri juga ikut menyemarakkan bisnis piranti pemuas syahwat ini secara terang-terangan. Kiriman memang sampai di alamat pemesan sesuai transaksi yang dilakukan secara online. Namun, setelah pihak kepolisian menggulung "HW", pengelola salah satu situs di Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa pedagang sejenis langsung tiarap.
Dari hasil penelusuran Intisari di kawasan Jakarta, sejak era Reformasi, alat bantu seks juga mulai ditawarkan secara terang-terangan di toko-toko obat khusus pengatrol keperkasaan pria. Untuk mengetahuinya mudah saja. Biasanya, toko yang menyediakannya akan mencantumkan kata "accessories" (atau kata-kata salah eja lain yang maksudnya 'aksesoris') di depan toko mereka. Alat yang rata-rata berupa dildo itu dipajang bersama obat-obatan lain seperti viagra, cialis, dan sebagainya.
Setiap jenis alat ditawarkan mulai dari harga Rp 150.000,-, tapi masih bisa ditawar. "Semua impor, Pak! Dijamin asli," kata penjual di sebuah kios obat kuat di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Jika datang untuk pertama kali, pembeli biasanya akan bingung bercampur risih begitu melihat replika kelamin pria itu dipajang berjajar menantang, sehingga pembeli akan sedikit sulit menentukan pilihan. Apalagi situasi di sekitar toko belum tentu sepi. Namun, di depan toko biasanya tertera nomor telepon penjual yang bisa dihubungi. Dengan cara itu pembeli akan dilayani secara pribadi.
Tak hanya di toko kecil, di toko-toko obat yang lebih besar dan di sejumlah pasar atau mal, juga tersedia. Cuma, pemilik toko tidak berani memajang terang-terangan sehingga pengunjung umum tidak menyadarinya. Misalnya, itu terjadi di toko-toko obat di kawasan Glodok, Jakarta Barat, atau sejumlah toko di mal yang menjual obat-obat tradisional impor dari Cina.
Meski tidak dipajang secara terbuka, jika ada peminat serius, biasanya pelayan toko akan meminta calon pembeli masuk ke areal penjual untuk bertemu langsung dengan pemilik toko. Lewat transaksi pribadi itulah di depan pembeli akan digelar berbagai jenis alat bantu seks. Namun, karena dilakukan sembunyi-sembunyi, pembeli mungkin tidak mendapat informasi memadai. Penjual juga tidak dapat menjelaskan lebih jauh tentang dagangannya itu.
Jika pembeli benar-benar jeli, sebenarnya ada perbedaan antara alat bantu seks yang dijual di toko obat besar dengan di toko-toko pinggir jalan. Di toko obat besar biasanya tersedia banyak pilihan dan tampaknya lebih baik kualitasnya. Paling tidak itu terlihat dari kualitas kemasannya.
Namun, jangan percaya 100% kalau dikatakan barang-barang dagangan itu barang impor. Terutama kalau kemasannya tampak kurang meyakinkan. Apalagi terbetik kabar bahwa alat-alat semacam itu konon sudah diproduksi di Jakarta dan Bandung.
Alat khusus dengan cara khusus
Rasanya, tak salah jika keberadaan alat bantu seks selalu dikait-kaitkan dengan kebutuhan perempuan. Dilihat dari ragam bentuk yang umum ditawarkan di pasaran, dapat dipastikan penggunanya kebanyakan kaum hawa. Meskipun alat-alat berbentuk kelamin pria juga banyak digunakan di kalangan kaum gay.
"Beralasan jika perempuan banyak menggunakannya, karena lelaki lebih mudah terangsang dan gampang disalurkan. Waktu yang digunakan untuk mencapai orgasme pada lelaki, meski relatif, kebanyakan lebih cepat," jelas dr. Ryan Thamrin, dokter muda yang belakangan menggeluti permasalahan seks terutama pada kalangan remaja.
Merujuk sebuah survei di Amerika Serikat pada dekade 1990-an, Ryan mengungkapkan, hampir 70% wanita yang telah menikah ternyata mengaku tidak pernah orgasme. "Mereka sendiri yang tahu pasti bagaimana mendapatkan kepuasan. Karena itu alat bantu seks kadang mereka butuhkan," tambahnya.
Menurut dokter yang pernah menjadi "cowok sampul" sebuah majalah remaja ini, bukan berarti lelaki tidak membutuhkan alat-alat bantu macam itu. Karena mudah mendapatkan orgasme, kebutuhan lelaki pada alat bantu seks itu menjadi tidak mendesak. Berbeda dengan perempuan tertentu yang kadang membutuhkan alat khusus melalui cara yang khusus pula.
Meski diyakini sudah banyak penggunanya, terutama di kota-kota besar, untuk mendapatkan pengakuan dari pasangan pengguna alat bantu seks bukan perkara gampang. Mereka memilih bungkam kalau ditanya. "Jangankan kepada majalah, sama dokter saja mereka enggak mau terus terang kalau mereka punya problem seks," kata Ryan yang pernah memandu talkshow tentang seks di sebuah stasiun televisi swasta.
Dari puluhan, bahkan mungkin ratusan ragam alat bantu seks, secara umum Ryan membaginya menjadi dua kelompok. Alat yang "aktif" dan yang "pasif". Di kalangan industri, yang "aktif" disebut vibrator (bergetar) dan yang "pasif" dinamai dildo (tanpa getar).
Vibrator digerakkan dengan tenaga listrik dari baterai atau aliran listrik rumah. Bentuknya beragam. Untuk perempuan mulai dari replika penis, batangan lonjong, bulat telur, atau seperti bentuk hewan tertentu. Dengan getaran lembutnya, alat-alat jenis vibrator biasanya digunakan untuk merangsang bagian-bagian tubuh tertentu sesuai dengan sensitivitas masing-masing pemakainya.
Karena biasanya dipakai sendiri, vibrator lebih baik dalam menstimulasi bagian-bagian sensitif tubuh dibandingkan dengan tangan manusia. Dalam penawarannya, alat ini juga disarankan untuk perempuan yang ingin belajar mencapai orgasme.
Sementara itu dildo yang penggunaannya terutama dimasukkan ke dalam vagina atau anus bisa digunakan sendiri maupun dengan bantuan pasangan. Kebanyakan berbentuk replika penis atau bulatan lonjong. Vibrator berbentuk replika penis yang sedang tidak dinyalakan juga dapat digunakan sebagai dildo. Karena sama-sama alat bantu seks, sering orang salah mengartikan vibrator sebagai dildo atau sebaliknya.
Pria juga mengenal alat bantu seks berbentuk sex dolls, boneka seks. Alat ini bisa berupa boneka utuh seperti dakocan, boneka potongan pinggul wanita, atau bentuk potongan vagina. Tersedia untuk heteroseksual maupun homoseksual.
Seperti dildo, mengamati ragam boneka seks juga tak kalah risih. Bentuknya amat variatif. Seperti bentuk pria-wanita dari pelbagai ras, berwajah bintang film, atau bahkan boneka binatang. Beberapa boneka dilengkapi fungsi getar untuk menambah sensasi si pemakai yang dikategorikan sebagai vibrator.
Pembagian jenis dan peruntukan alat bantu seks sebenarnya sangat fleksibel. Ada pria tertentu yang memakai vibrator perempuan untuk merangsang daerah sekitar penis, anus, testis dan kerangkang (perineum). Pada kaum gay, dildo juga sering digunakan sebagai variasi saat berhubungan.
Terapi gangguan saraf
Dildo atau semacam replika alat kelamin pria konon sudah ada sejak abad ketiga sebelum masehi dan menjadi lambang erotisme masa itu. Bangsa Yunani menyebutnya olisboi, sebuah replika alat kelamin pria terbuat dari batu, kayu, atau kulit. Alat ini bahkan sempat berkembang menjadi bagian dari acara melukai vagina pada zaman jahiliyah.
Pada masa Renaisans, orang Italia menyebut dildo sebagai dilletos dan sudah menggunakan minyak olive sebagai pelumasnya. Dildo mirip seperti yang ada sekarang dibuat pada masa Victoria di Inggris, yang terbuat dari karet. Kala itu dokter menggunakannya antara lain untuk menyembuhkan gangguan saraf pada perempuan.
Kini alat bantu seks mencatat perkembangan dahsyat, terutama setelah memasuki era vibrator yang mulai diperkenalkan pada dekade 1960-an. Tidak hanya bentuknya yang kian beragam, namun juga cara kerjanya yang spesifik dan canggih. Vibrator mulai dibedakan menurut tempatnya, apakah stimulasi payudara atau kemaluan. Perkembangan terbaru, alat ini juga sudah memasuki era cyber, di mana orang dapat saling merangsang ketika chatting di internet.
Meski bersifat pasif, dildo pun tak mau kalah. Bentuknya dibuat tidak melulu seperti alat vital pria, tapi juga didesain bermacam-macam, seperti ulat, lumba-lumba, atau lembu. Bahkan bahannya sudah terbuat dari cyberskin, ultraskin, eroskin atau softskin, campuran plastik, PVC, dan silikon. Teknologi yang dikembangkan NASA itu membuat dildo semakin halus, selembut kulit manusia.
Pasangan dicuekin
Meski sudah "mulai diterima" masyarakat dan beredar lewat bermacam cara, dr. Ryan Thamrin tidak menyarankan penggunaan alat bantu seks. "Sebaiknya jangan, karena efeknya jangka panjang, yaitu bisa menggantikan pasangan yang sesungguhnya," demikian alasannya.
Tidak hanya vibrator atau dildo, kata Ryan, alat bantu jenis apa pun sesungguhnya dapat berakibat buruk. Misalkan, seperti seseorang yang memanfaatkan film porno sebagai pembangkit gairah sebelum berhubungan dengan pasangan. "Kalau suatu saat filmnya tidak ada, maka dia akan sulit terangsang. Malah, suatu saat mungkin pasangan menjadi tidak penting lagi ketimbang filmnya sendiri," katanya.
Begitu juga dengan alat bantu seks. Bila pernah menggunakan dan kemudian malah jadi kebiasaan, alat-alat itu bukan tidak mungkin perlahan-lahan akan menggeser posisi pasangan, bahkan menjadi objek utama. Pasangan lama-kelamaan bisa dicuekin.
Penggunaan alat bantu juga tidak dianjurkan meski dengan alasan-alasan tertentu yang sepintas masuk akal. Seperti salah satu pasangan sedang tidak bisa melakukan hubungan seksual, sedang berada di luar kota, sakit sementara, dan sebagainya. "Jika mencoba sendiri tanpa pasangan, lama-lama akan terbiasa, lalu pemakai itu mencapai titik di mana tidak membutuhkan pasangannya lagi," kata dokter berusia 28 tahun ini.
Pada orang-orang yang belum menikah atau lajang, sebaiknya juga dihindari. Tindakan itu berarti masturbasi dan dikhawatirkan dapat menyebabkan ketergantungan. Menurut Ryan, menggunakan dildo atau boneka seks memiliki perbedaan kenikmatan yang tipis dibandingkan dengan berhubungan seksual dengan pasangan. Meski tidak harus menjaga perasaan pasangan, kebiasaan bermasturbasi (apalagi dengan alat bantu) dan ketergantungan, dia tidak akan bisa menikmati hubungan yang sesungguhnya.
Untuk mengukur tingkat ketergantungan itu mudah. Jika seseorang sudah mulai gelisah, tidak tahan, atau harus langsung disalurkan ketika ia melihat suatu yang syuur. "Kuncinya kejujuran si pemakai. Jika suatu saat merasakan sendiri ada pergeseran fungsi dari sekadar alat bantu menjadi alat utama, harus segera dihentikan!" papar dokter yang masih lajang ini.
Perbaiki komunikasi
Penggunaan alat bantu seks dibolehkan bila pasangan mempunyai penyebab yang menghalangi dalam jangka panjang. Misalnya, ada gangguan penyakit atau penyebab lain yang tidak bisa diatasi segera, seperti penyakit yang harus dioperasi, kanker, depresi, dan lainnya. Gangguan ini harus benar-benar dipastikan dokter melalui pemeriksaan medis.
Penyebab yang menghalangi itu bukan hanya dalam masalah dalam hubungan seksual biasa. Di tempat praktiknya, Ryan sering menemukan masalah seksual yang disebabkan faktor psikologis dan cukup membutuhkan penyelesaian tertentu seperti obat plasebo, atau malah memperbaiki komunikasi di antara pasangan. Masalah seperti ini tidak boleh diatasi dengan alat bantu seks.
Namun, penggunaan itu pun ada syaratnya, yaitu mendapat persetujuan dari pasangan.
Persetujuan ini penting, karena banyak orang takut memprotes tindakan pasangannya, hanya karena merasa dirinya tidak berdaya. "Apalagi sifat perempuan Timur biasanya pasrah saja terhadap perlakuan suami," kata Ryan. Saat melakukannya, juga harus menjaga perasaan pasangan dan harus dilibatkan.
Alat bantu seks dapat digunakan secara masturbasi mutualisma, yaitu tindakan memuaskan diri dengan dibantu pasangan. Misalnya, jika istri berhalangan, suami bisa melakukannya kepada boneka seks dibantu istrinya. "Jadi, ini sebenarnya masturbasi juga, tapi istri tetap bersikap erotis terhadap suaminya. Ini pun harus dilakukan dengan persetujuan pasangan. Sehingga tidak ada pemaksaan," pesan Ryan.
Alat bantu seks tidak dijadikan objek utama selama hubungan. Tandanya adalah pada frekuensi pemakaian. "Kalau dua bulan sekali, itu masih dalam batas wajar sebagai variasi dalam berhubungan," kata Ryan.
Meski belum mendengar pengakuan secara langsung, Ryan merasa yakin pemakai alat bantu seks punya perasaan bersalah. Ini juga termasuk perasaan bersalah pada masing-masing pasangan saat memakainya pertama kali.
Jika sudah begini, apa enaknya menikmati seks dengan rasa waswas?
Paling aman adalah pelumas berbahan dasar air yang cocok untuk semua bahan pembuat alat bantu seks. Pelumas berbahan dasar minyak untuk dildo dari karet atau lateks. Jangan pula menggunakan pelumas berbahan dasar silikon untuk alat yang terbuat dari silikon.
Meski aman, pada orang tertentu dilaporkan terjadi infeksi vagina atau iritasi bila menggunakan pelumas berbahan dasar air yang mengandung gliserin atau silikon. Maka lakukan pengetesan dulu di kulit siku atau paha bagian dalam. Jika baik-baik saja, penggunaan bisa dilanjutkan.
Alat bantu seks harus dijaga kebersihannya. Pada penggunaan pribadi (sendiri) aman-aman saja. Namun jika digunakan bergantian dengan orang lain, lapisi alat itu dengan kondom. Gantilah kondom begitu dipindahtangankan.
Jika alat bantu seks digunakan pada vagina dan anus secara bergantian, gantilah kondom pada masing-masing pemakaian. Bila perlu, basuhlah alat yang sudah dipakai pada anus, memakai sabun antibakteria dan air hangat atau pembersih khusus. Penggunaan alat pada anus sangat rawan terkena bakteri atau mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan infeksi pada vagina.
Dimuat di Majalah INTISARI edisi Healthy Sexual Life, Agustus 2005
1 komentar:
Ya.. ada baiknya harus mengunjungi www.larutmalam.com. Banyak perbincangan tentang sex yang bagus
Posting Komentar