Bak seekor kucing, sekelompok anak muda 20 tahunan berlari gesit di atap gedung tinggi. Gerakannya begitu lincah, seolah tak ada rintangan yang bisa menghalangi aksi mereka. Terjun dari ketinggian tiga meter, melompati pagar, merayap ke atas bangunan, atau melantingkan badan pun bakal dilakoni agar tetap bergerak dan berpindah tempat secara efisien. Inilah parkour, olahraga penuh aksi asal Prancis yang mulai diminati kaum muda di dunia. Anda boleh kagum dan merinding saat menyaksikannya.
Jika sulit membayangkan seperti apa gerakan parkour, mungkin Anda bisa mengingat-ingat kembali aksi bintang film Hongkong, Jackie Chan. Bukan aksi pukul-pukulannya, tapi kegesitannya menggerakkan tubuh dan berakrobat. Biasanya itu dilakukan saat harus menangkis dan menghindar serangan penjahat kepadanya.
Di film, gerakan Jackie begitu gesit namun tetap lentur. Tubuhnya ringan seperti tak bertulang. Atau kalaupun harus jatuh, seperti punya nyawa cadangan. Aksi yang tingkat kesulitannya tinggi misalnya saat menaiki tembok dengan hanya bertumpu pada pijakan-pijakan kaki. Atau ketika terdesak, ia melompat dari gedung ke gedung tanpa memakai pengaman.
Aksi dari aktor bernama asli Kong San Chan itu contoh sebagian kecil dari parkour. Masih banyak atraksi mengagumkan lain yang bisa dilakukan traceur, begitu sebutan untuk praktisi parkour, yang intinya adalah cara bergerak seefisien mungkin. Bukan sekadar bergerak secepat-cepatnya, tapi juga dengan tenaga minimal dan langsung ke tujuan. Hasilnya sebuah seni bergerak yang efisien, gesit, dan indah.
Tujuh pemuda
Istilah parkour, kita bisa melafalkannya "parkur" saja, itu sendiri juga lahir dari filosofi efisien tadi. Diambil dari kata parcours du combattant, suatu jenis latihan halang rintang dalam pendidikan militer di Prancis. Oleh pelopor olahraga ini, David Belle, lalu dimodifikasi dengan mengganti huruf "c" dengan "k" agar terkesan agresif dan menghilangkan huruf "s" agar efisien. Sesederhana itu memang.
Sejak kecil, David, kelahiran Fecamp Prancis 29 April 1973, memang sangat tertarik pada latihan fisik ala militer yang terinspirasikan pengalaman Georges Herbet, seorang perwira angkatan laut Prancis ini. Bukan saja karena aksinya yang dinamis, namun menggunakan metode yang natural serta menyatu dengan lingkungan sekitar. Dari pengalamannya menolong ratusan orang di daerah bencana pada tahun 1902, Herbert berkesimpulan bahwa olahtubuh saja tidak akan cukup tanpa keberanian dan kepedulian pada sekitarnya.
David yang sejak kecil senang berolahraga ini mengenal parcours dari Raymond Belle, ayahnya yang bekerja sebagai petugas pemadam kebakaran. Ia pun sebenarnya ingin bekerja seperti ayahnya itu, namun gagal gara-gara cedera. Sempat masuk sekolah militer, tapi kemudian keluar karena tidak cocok. Akhirnya dengan dukungan ayahnya, pada usia 16 tahun David meninggalkan sekolah untuk mengembangkan diri dan berkreasi. Lahirlah parkour yang antara lain dikembangkan bersama Sebastien Foucan, teman masa kecil David.
Parkour mulai mendunia setelah David bersama sejumlah rekannya membintangi film Yamakasi, tahun 2001. Film yang menampilkan aksi tujuh pemuda yang boleh dikatakan sebagai tim pelopor parkour ini rupanya begitu menginspirasi anak-anak muda. Kini komunitas parkour sudah tersebar merata di seluruh kota besar dunia. Aksi-aksi akrobatiknya juga sudah tampil di film James Bond: Casino Royale, video klip penyanyi Madonna, serta sejumlah iklan televisi.
Karena perkembangan yang pesat ini, David sebenarnya sudah layak dimasukkan dalam daftar selebritis dunia. Namun sikap rendah hati dan idealismenya ternyata begitu kuat. Ia misalnya memilih untuk tidak banyak tampil di muka publik dan banyak menghabiskan waktu untuk mengembangkan olahraga ini atau mendampingi para traceur pemula. Di pentas komersial, orang justru lebih mengenal aksi Sebastien Foucan, baik di film maupun iklan.
Bagi David, parkour bukan sekadar olahraga, tapi juga sebuah seni dari kehidupan masyarakat urban itu sendiri. Tak dipungkiri, ia bangga hasil kreasinya mulai mendunia, tapi tidak antusias terhadap berbagai bentuk komersialisasi terhadap parkour. Menanggapi video musik Madonna berjudul Jump yang menampilkan aksi melompat ala parkour misalnya, David berkomentar singkat, "Dia cuma menggunakan parkour untuk menjual musiknya, bukan untuk mempromosikan parkour!"
Diri sendiri pelatih terbaik
Berawal dari menonton Yamakasi pula, sejumlah anak muda Indonesia juga terinspirasi untuk ikut berjumpalitan menekuni parkour. Dari situs internet Komunitas Parkour Indonesia, diketahui setidaknya sudah ada lima kota yang mengadakan latihan rutin, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Malang, dan Surabaya. Umumnya usia mereka 17 - 25 tahunan yang dipertemukan dari forum di internet.
Di Jakarta misalnya, komunitas ini rutin berlatih setiap Minggu di Gelanggangan Olahraga Sumantri Brodjonegoro, Jakarta Selatan. Jumlah anggota komunitas memang belum begitu banyak, sekitar 20 orang, namun mereka tekun berlatih dengan segala keterbatasan. Untuk gerakan-gerakan dasar mereka pelajari dari video-video yang diunduh dari internet. Lalu di tempat latihan setiap anggota komunitas akan saling bertukar kemampuan. Yang senior membimbing juniornya, begitu seterusnya.
Ketiadaan pembimbing khusus ini tidak menjadi masalah besar. Dalam keyakinan mereka, seni ini sesungguhnya muncul dari diri sendiri, sehingga pelatih terbaik adalah diri sendiri juga. Setiap orang sesungguhnya mampu bermain parkour karena memiliki potensinya masing-masing. "Yang badannya kecil, mungkin dia lincah. Kalau dia tinggi besar, mungkin dia kuat bergantungan. Potensi ini yang terus digali dan dilatih lagi," tutur Muhamad Fadli (26 tahun) praktisi parkour dari Jakarta.
Jika Anda memang ingin mulai berlatih, sebaiknya segera buang jauh-jauh pikiran untuk langsung bisa beraksi gagah-gagahan seperti di film. Fadli selalu menekankan pentingnya penguasaan tiga gerakan dasar pada tahap awal yaitu mendarat (landing), keseimbangan berdiri (balance) dan keseimbangan ala kucing (cat balance). Tahap dasar ini pun sebenarnya tidak akan pernah "lulus", karena traceur senior sekalipun masih harus terus menyempurnakan gerakannya.
Saat beraksi melewati sebuah rintangan, gerakan-gerakan dasar tadi akan digabungkan dengan gerakan lain yang lebih tinggi tingkat kesulitannya. Misalnya jika ingin menuruni sebuah tangga tanpa mau menapaki anak tangganya, traceur cukup mengambil jalan pintas dengan cara melompat sambil berbalik 180o, bergelantungan di pegangan tangga, lalu mendarat di lantai bawah. Jika sudah terlatih, gerakan sederhana ini saja akan terlihat indah dan sangat efiesien karena lebih cepat sampai ke bawah.
Ada banyak teknik dan istilah di dalam parkour. Walau begitu, sebenarnya tidak ada satu teknik baku untuk melewati suatu rintangan tertentu. Bagi traceur, setiap rintangan menawarkan tantangan yang unik dan persoalan mereka adalah bagaimana menyelesaikannya secara efektif. Maka penyelesaian tantangan itu pun mungkin sifatnya akan sangat individual, tergantung orangnya.
Kalau menurut teorinya, teknik yang efektif kadang tergantung kepada kecepatan mengalihkan berat tubuh, memanfaatkan momentum gerakan tertentu atau kecepatan bermanuver. Tindakan itu kadang disertai juga dengan pengalihan energi, seperti misalnya saat kita mendarat dari lompatan yang tinggi, tubuh bisa melakukan roll untuk mengurangi beban pada kaki dan tulang belakang.
Namun semua teknik yang matang itu tidak akan berguna tanpa melibatkan unsur pikiran kita sendiri. Karena itu ada pula yang menyebut parkour bukan cuma mengelola fisik, melainkan pikiran. Setiap rintangan harus dilewati dengan yakin dan senyaman mungkin. "Bukan berarti lompat karena nekat, tapi karena kita sudah yakin bisa melakukannya," Fadli menekankan. Jurus percaya diri inilah yang menjadi alat pengaman bagi traceur saat beraksi. Maklum saja, meski melakukan gerakan-gerakan yang berisiko tinggi (tapi tidak mau disebut olahraga ekstrem!) parkour rupanya tidak mengenal alat pengaman sama sekali.
Lebih percaya diri
Keseriusan dan konsistensi dalam berlatih, mungkin saja akan semakin mematangkan teknik seseorang. Namun dalam parkour, pemahaman filosofi juga mendapat porsi yang tak kalah penting. Aksi dari traceur yang sudah ahli mungkin saja akan mengundang decak kagum penonton. Namun yang utama sebenarnya bukan soal kehebatan atraksi dalam mengatasi rintangan, tapi bagaimana dapat melewatinya dengan baik.
Dari aktivitas berparkournya selama dua tahun ini, Fadli mengaku semakin bisa mengatasi persoalan hidupnya secara lebih baik. "Karena saya sekarang tidak fokus pada masalahnya, tapi bagaimana menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya dan efektif. Ini 'kan sebenarnya filosofinya parkour," tuturnya bersaksi.
Sejumlah traceur lain menurut Fadli juga mengaku memetik manfaat tak terduga dari olahraga yang mungkin bagi orang lain terlihat cuma sekadar melompat-lompat saja. "Ada yang menjadi semakin percaya diri, karena gerakan parkour ternyata bisa mengalahkan rasa takutnya. Ada yang jadi lebih kreatif karena untuk melewati suatu rintangan, kita harus menggabung-gabungkan beberapa gerakan."
Menariknya, dengan alasan menjaga esensi dari filosofi ini pula, komunitas parkour di dunia bersepakat untuk tidak menghalalkan persaingan di antara mereka. Di dalam parkour tidak ada pertandingan dan pemenang. Diyakini, kompetisi hanya akan memaksa setiap orang untuk melawan satu sama lain dan semua itu hanya akan mengubah mindset mereka tentang olahraga ini. Dan jika itu sudah terjadi, parkour akan kehilangan esensinya.
Dimuat di : Majalah INTISARI, Mei 2008
spesial thanx buat temen2 parkour jakarta: fadli, bhakti (sorry bro, nama elo gak ketulis), dll.
27 Januari, 2009
Parkour, Lompat Yang Bukan Nekat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar